KOMPAS.com – Kesehatan tulang kerap baru diperhatikan ketika seseorang mulai menua.
Padahal, menurut dr. Frieda Susanti, Sp.A(K), PhD, anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), masa anak-anak dan remaja justru merupakan fase paling penting untuk membentuk tulang yang kuat.
“Anak dan remaja sedang dalam fase pertumbuhan tulang yang aktif. Di masa inilah kita bisa menabung kekuatan tulang untuk masa depan,” ujar dr. Frieda dalam webinar Gangguan Perkembangan Tulang pada Anak, Selasa (21/10/2025).
Dokter Frieda menjelaskan, proses pertumbuhan tulang terbagi menjadi dua fase besar.
Saat masih anak-anak hingga usia sekitar 18 tahun, tulang mengalami pemanjangan dan penebalan yang disebut bone modeling.
Setelah dewasa, proses ini berhenti dan berganti menjadi bone remodeling, yakni hanya pergantian jaringan tulang lama menjadi baru.
Puncak kepadatan tulang (peak bone mass) biasanya dicapai pada usia 20–30 tahun.
Setelah itu, kepadatan tulang akan menurun secara alami.
“Kalau di masa anak-anak tulangnya tidak kuat atau kepadatannya rendah, maka di usia tua lebih mudah mengalami osteoporosis,” kata dr. Frieda.
Itu sebabnya, menjaga kesehatan tulang sejak dini sama pentingnya dengan menjaga jantung atau otak.
Anak perlu mendapatkan nutrisi, aktivitas fisik, dan gaya hidup yang mendukung pertumbuhan tulang optimal.
Baca juga: Kanker Tulang Tidak Selalu Harus Amputasi, Ini Penjelasan Dokter
Kesehatan tulang dipengaruhi oleh banyak hal.
Sebagian faktor memang tidak dapat diubah, seperti genetik, jenis kelamin, dan ras.
Namun, sebagian besar justru bisa dimodifikasi lewat pola hidup sehat.
Beberapa faktor penting yang dapat membantu menjaga kekuatan tulang anak antara lain:
Kalsium, fosfor, dan vitamin D merupakan tiga unsur utama pembentuk tulang.
Kalsium banyak ditemukan pada susu, keju, yogurt, ikan bertulang lunak, dan sayuran hijau.
Vitamin D dapat diperoleh dari paparan sinar matahari pagi dan makanan seperti ikan berlemak.
Fosfor bisa didapat dari daging, telur, dan kacang-kacangan.
“Kalau asupan nutrisi ini kurang, pertumbuhan tulang tidak maksimal. Pada anak bisa muncul rickets (tulang melengkung), sementara pada remaja atau dewasa muda bisa menurunkan kepadatan tulang,” jelas dr. Frieda.
Olahraga dengan beban tubuh seperti berjalan, melompat, atau bermain bola membantu merangsang pertumbuhan tulang.
“Anak yang jarang bergerak atau lebih banyak duduk berisiko memiliki tulang yang lebih rapuh,” katanya.
Hormon pertumbuhan dan hormon seks (estrogen, testosteron) berperan penting dalam pembentukan tulang.
Gangguan pubertas bisa menghambat pertumbuhan tulang.
Baca juga: Menepis Mitos Keliru Bedah Tulang Belakang Bisa Bikin Lumpuh
Anak dengan penyakit seperti lupus, leukemia, atau sindrom nefrotik, terutama yang mengonsumsi steroid jangka panjang, berisiko mengalami osteoporosis sekunder.
Selama ini osteoporosis dikenal sebagai penyakit lansia.
Namun, dr. Frieda menekankan bahwa anak-anak juga bisa mengalami kondisi ini, terutama yang memiliki faktor risiko tertentu.
Dalam dunia medis, diagnosis osteoporosis pada anak dilakukan berdasarkan Z-score hasil pemeriksaan bone mineral density (BMD) dan riwayat fraktur (tulang patah).
“Kalau anak sering mengalami patah tulang dengan trauma ringan, misalnya jatuh biasa tapi langsung patah, itu sudah perlu dicurigai ada masalah pada kepadatan tulangnya,” ujar dr. Frieda.
Osteoporosis pada anak dibagi menjadi dua jenis:
Salah satu contoh penyakit tulang rapuh bawaan yang dijelaskan dr. Frieda adalah osteogenesis imperfecta (OI), gangguan genetik akibat kelainan kolagen.
Anak dengan OI bisa mengalami patah tulang bahkan sejak dalam kandungan.
Ciri khasnya antara lain tulang bengkok, fraktur berulang, gigi transparan, dan warna putih mata kebiruan (blue sclera).
“Meski penyakitnya kronik, dengan terapi yang tepat, anak tetap bisa tumbuh dan beraktivitas. Kami punya pasien OI yang sudah bisa sekolah dan kuliah,” ujar dr. Frieda.
Pasien OI umumnya mendapat terapi bisphosphonate, obat untuk memperkuat tulang dan mengurangi risiko patah.
Baca juga: Retak Tulang: Pengertian, Ciri-ciri, dan Penanganannya
Untuk menjaga kesehatan tulang anak, dr. Frieda memberikan beberapa anjuran yang bisa dilakukan di rumah:
Segera periksa ke dokter bila anak sering mengalami nyeri tulang atau fraktur tanpa sebab jelas.
“Menjaga tulang bukan hanya urusan orang tua, tapi investasi sejak anak-anak. Tulang yang kuat akan menopang kualitas hidup hingga dewasa nanti,” tutur dr. Frieda.
Mencegah tulang rapuh harus dimulai sejak dini.
Masa anak dan remaja merupakan periode emas untuk membangun tulang yang kuat, sementara kekurangan nutrisi, kurang aktivitas, atau penggunaan obat tertentu bisa meningkatkan risiko osteoporosis lebih cepat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang