Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ecoton Temukan Mikroplastik pada Organisme Sungai di Kali Surabaya

Kompas.com - 21/05/2025, 11:16 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ecoton bersama beberapa komunitas lainnya menemukan kandungan mikroplastik pada organisme sungai seperti plankton, kepiting air tawar, hingga udang di Kali Surabaya.

Mikroplastik jenis fiber yang paling banyak ditemukan di seluruh titik pengambilan sampel, dengan konsentrasi tertinggi di hilir sungai kawasan Karangpilang dan Kramat Temenggung.

Salah satu tim peneliti mikroplastik, Ilham, menyebut uji laboratorium yang dilakukan Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (Akamsi) dengan FTIR menunjukkan adanya polimer polyethylene (PE), polypropylene (PP), dan PET yang berasal dari limbah rumah tangga serta industri.

“Semakin banyaknya organisme perairan yang terpapar oleh mikroplastik, dapat disimpulkan kondisi ini disebabkan kondisi Kali Surabaya yang terabaikan," ungkap Ilham dalam keterangannya, Rabu (20/5/2025).

Baca juga: Mikroplastik Hambat Laut Serap Karbon, Ancaman untuk Iklim

"Karena itu, kita harus siap akan dampaknya saat mikroplastik masuk ke tubuh ikan, lalu dikonsumsi oleh kita,“ imbuh dia.

Selain itu, kualitas air sungai pun dilaporkan menurun. Ilham mengatakan, pengukuran kualitas air dari segmen hulu (Wringinanom), tengah (Cangkir), dan hilir (Karangpilang) memperlihatkan tren penurunan dissolved oxygen dari 4,69 miligram per liter menjadi 1,95 miligram per liter.

"Suhu air yang meningkat dan hilangnya vegetasi sempadan memperburuk kemampuan sungai untuk mendukung kehidupan akuatik. Di hilir, dominasi beton dan bangunan menggantikan zona penyangga alami," jelas Ilham. 

Berdasarkan pemetaan spasial dengan citra satelit periode 2015-2025, Akamsi mengidentifikasi adanya 4.641 unit bangunan illegal yang berdiri tepat di atas sempadan Kali Surabaya. Bangunan-bangunan ini dinilai merebut ruang resapan air sekaligus sebagai sumber langsung pencemaran limbah rumah tangga dan industri.

Baca juga: KLH Dukung Bali Larang Produksi AMDK di Bawah 1 Liter, Ingatkan Bahaya Mikroplastik

Pihaknya mencatat, bangunan illegal tersebar di empat kabupaten/kota antara lain Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya.

“Bangunan liar ini bukan hanya soal melanggar aturan tata ruang. Ini adalah wujud gemblang dari ketidakpeduliannya sistem terhadap kondisi sungai," tutur anggota komunitas Akamsi, Rio Ardiansa.

Kematian Massal Ikan

Sebelumnya, warga Desa Wringinanom, Gresik sempat melaporkan kematian massal ikan di permukaan Kali Surabaya. Bangkai ikan terlihat mengambang, menimbulkan bau menyengat dan keresahan warga.

Ecoton menyebut, fenomena tersebut bukan yanh pertama kali terjadi. Kejadian serupa sering kali berulang di hapir setiap tahunnya.

Baca juga: Mikroplastik Picu Biomineralisasi, Ganggu Keseimbangan Biota Laut

Akamsi pun menuntut beberapa hal kepada pemerintah, yakni:

  • Menertibkan bangunan ilegal di bantaran Kali Surabaya
  • Merestorasi fungsi ekologis sempadan sungai sebagai zona hijau dan resapan air
  • Menerapkan sistem pengelolaan sampah terpadu di seluruh desa dalam DAS Kali Surabaya
  • Monitroing kualitas air secara rutin, dengan publikasi terbuka
  • Melakukan investigasi tuntas terhadap kejadian ikan mati massal dan sumber pencemarnya
  • Mematuhi Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Perlindungan dan Penataan Sempadan Sungai

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau