Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi 6 Sektor Strategis Picu Masalah Lingkungan, Perlu Transparansi

Kompas.com - 24/05/2025, 13:06 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Studi yang dilakukan oleh peneliti Institute of Environmental Science and Technology at the Universitat Autònoma de Barcelona (ICTA-UAB) menunjukkan bahwa subsidi yang diberikan pada 6 sektor yang kerap kali dianggap strategis justru berkontribusi pada kerugian lingkungan.

Enam sektor strategis tersebut adalah pertanian, bahan bakar fosil, kehutanan, infrastruktur, perikanan dan budidaya perairan, serta pertambangan.

Dalam studi, peneliti menganalisis publikasi ilmiah, laporan lembaga resmi, dan anggaran negara-negara untuk mengetahui subsidi yang dialokasikan pada enam sektor tersebut.

Data menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut menerima subsidi antara Rp 27.200 triliun hingga Rp 51.200 triliun per tahun. 

Sementara kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan melalui dampak tidak langsung terhadap planet ini jauh lebih besar, diperkirakan mencapai Rp 168.000 triliun hingga Rp 361.600 triliun per tahun.

Studi ini menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan telah menimbulkan konsekuensi ekonomi yang signifikan. 

Bahan bakar fosil, misalnya, pada tahun 2022 secara global menerima subsidi mencapai Rp 112.000 triliun. Riset menunjukkan bahwa penghapusan subsidi ini bisa mengurangi emisi karbon global sebesar 43 persen dan mencegah hingga 1,6 juta kematian dini per tahun akibat kualitas udara.

Semenara sektor kehutanan, pada tahun 2024 menerima subsidi sebesar Rp 2.800 triliun. Namun, deforestasi bruto pada tahun 2023 mencapai 6,37 juta hektare, yang turut menyumbang pada kegagalan pencapaian target iklim global.

Baca juga: Deforestasi 2024 Capai 175.400 Hektare, Penyebabnya Karhutla dan Gambut

Di sektor infrastruktur, subsidi global yang dikerahkan mencapai Rp 36.000 triliun. Namun, pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sistem irigasi menyebabkan hilangnya habitat alami dan penggunaan air yang tidak berkelanjutan. 

Sektr perikanan dan budidaya perairan menerima subsidi hingga Rp 880 triliun pada tahun 2023. Banyak subsidi ini mendukung praktik yang tidak berkelanjutan, seperti penangkapan ikan berlebih dan penangkapan ilegal, yang mengancam keanekaragaman hayati laut.

Pada sektor pertambangan, subsidinya mencapai Rp 640 triliun. Sebanyak 80 persen kegiatan pertambangan logam dilakukan di wilayah-wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi, menyebabkan dampak lingkungan besar.

“Salah satu pesan utama dari studi ini adalah bahwa tidak ada sistem yang memantau berapa banyak subsidi yang diberikan, kepada industri mana, dan untuk mendukung aktivitas apa. Informasi ini sulit diperoleh, dan studi ini mendorong adanya transparansi yang lebih besar dari pemerintah dalam menyediakannya,” jelas Victoria Reyes-García, pimpinan tim penelitian seperti dikutip Phys, Jumat (23/5/2025).

Penelitian dari ICTA-UAB bukan sesederhana subsidi perlu dihapus atau tidak, tetapi mengajak dunia mendorong transformasi ekonomi.

Masalah subsidi kerap kali tidak transparan dan terpantau. Kurangnya informasi ini menjadi lebih mengkhawatirkan mengingat besarnya subsidi yang diberikan kepada berbagai sektor ekonomi dan dampak tidak langsungnya terhadap kerusakan lingkungan. Subsidi dunia perlu lebih transparan.

Baca juga: Perubahan Iklim dan Deforestasi Sebabkan Sejumlah Jamur Terancam Punah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau