KOMPAS.com - Ilmuwan senior Center for International Forestry Research - World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan Guru Besar IPB, Herry Purnomo, berharap, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2025 bisa turun signifikan.
Pasalnya, seperti diwartakan Badan meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau pada 2025 adalah kemarau basah. Dengan kondisi itu, potensi kebakaran hutan, terutama di ekosistem penting seperti gambut, lebih rendah.
"Saya berharap bisa seperti ahun 2022. Kalau bisa kembali pada level tersebut, itu luar biasa," kata Herry saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/5/2025).
Hutan yang lahan yang terbakar pada 2022 mencapai 220.000 hektar. Meski masih tergolong luas, Herry menyebutnya salah satu yang terendah dan mengatakannya sebagai prestasi Indonesia dalam penanggulangan karhutla.
Baca juga: Jelang Kemarau, 752 Anggota Gapki Tetapkan Standar Penanganan Karhutla
Karhutla kemudian meningkat drastis pada 2023, mencapai 1,2 juta hektar. Herry mengasosiasikannya dengan ajang pemilu. Tahun 2024, sebanyak 370.000 hektar hutan dan lahan terbakar lagi.
"Karena tahun ini lebih basah, harusnya kebakarannya rendah. Kita tetap harus perhatikan dan hati-hati dengan plantation," katanya.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, Minggu, mengatakan bahwa kerugian akibat karhutla dari 2019 - 2023 saja mencapai Rp 18 triliun.
Hanif mengingatkan para pemegang konsesi bahwa karhutla di wilayah mereka akan berkonsekuensi pidana.
"Kami tidak mau peduli jika lahan ini terbakar disebabkan oleh masyarakat ataupun oleh mereka sendiri. Maka akan berikan sanksi pidana," ujarnya.
Kementerian LH telah menyurati seluruh perusahaan pemegang konsesi untuk menyampaikan laporan penanggulangan karhutla.
"Apabila hal ini tidak dipenuhi oleh perusahaan, kami akan memberikan teguran yang berkonsekuensi sanksi pindana," kata Hanif.
Baca juga: Menteri LH Minta Industri Sawit Berkoordinasi untuk Mitigasi Karhutla
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya