Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misi Hijau Dama Kara, Membuat Batik Inklusif dan Ramah Lingkungan

Kompas.com - 03/06/2025, 18:06 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Founder Dama Kara, Nurdini Prihastiti, mengatakan bahwa salah satu misi dari berdirinya Dama Kara adalah meregenerasi pengrajin batik yang saat ini didominasi oleh orang-orang tua.

Hal ini didasari fakta yang dilihatnya di lapangan, di mana ia menjumpai para pengrajin batik kebanyakan sudah lanjut usia.

Sementara itu, saat ditemui di tokonya di Kota Bandung dalam acara Media Trip DSC Season 16 bertajuk “Eksplorasi Langsung Wirausaha Lokal Inspiratif di Bandung”, pada Senin (2/6/2025), Dini menyebut bahwa batik tetap menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, meski kerap kali hanya dikenakan dalam acara-acara formal.

“Dari situ, timbul keinginan dari kami untuk meregenerasi pengrajin batik dan membuat batik menjadi inklusif,” ujar Dini.

Lebih lanjut, ia mengatakan ingin mendorong anak muda untuk tidak hanya tertarik menjadi pengrajin batik, tetapi juga merasa nyaman mengenakan batik tanpa khawatir diledek seolah-olah hendak menghadiri acara pernikahan.

“Kalau mau meregenerasi pengrajin batik, berarti pasarnya harus dinaikkan dong. Kalau batik masih menjadi eksklusif, nggak akan meningkatkan pasarnya, nggak akan ada juga kenaikkan permintaan,” tegasnya.

Untuk itu, Dama Kara menghadirkan batik dengan motif yang lebih santai, sehingga cocok digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti ke kantor atau nongkrong.

“Kami membuat batik dengan motif yang unik dan sederhana, sehingga cocok untuk digunakan dalam berbagai kegiatan,” kata Dini.

Baca juga: Kurangi Sampah “Fast Fashion” lewat Gerakan Barter Pakaian

Melihat tren batik printing yang makin marak, Dama Kara memilih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Mereka menggunakan teknik cap tradisional serta teknik ikat, jumput, bordir, dan jahit jelujur pada koleksi lainnya, dengan merangkul para pengrajin dan penjahit rumahan.

Namun meski demikian, Dini mengakui tantangan utama dalam produksi batik adalah dampaknya terhadap lingkungan, terutama pencemaran air akibat limbah. 

Untuk menjawab tantangan itu, Dama Kara bekerja sama dengan produsen batik rumahan yang telah menggunakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

“Kebetulan kakak saya orang Solo, jadi kami bekerja sama dengan kakak saya untuk terhubung dengan industri batik rumahan yang sudah menggunakan IPAL,” katanya.

Ia menambahkan, sebagai kota produsen batik, Solo telah mendapatkan dukungan pemerintah dalam penerapan IPAL, sehingga limbah produksi batik tidak mencemari lingkungan.

“Oleh sebab itu, kami bisa memastikan bahwa limbah batik dari Dama Kara telah dikelola dengan baik dan tidak berdampak buruk pada lingkungan sekitar,” ujarnya.

Selain memikirkan dalam dari proses pewarnaan batik agar tidak mencemari lingkungan, Dama Kara juga memikirkan limbah dari sisa potongan kain dalam proses produksi. Sisa kain tersebut didaur ulang menjadi berbagai produk fungsional.

“Ada yang kami jadikan dekorasi toko, jadi nggak terbuang gitu aja. Ada juga yang dijadikan aksesoris kecil seperti tatakan mug, dan ada yang kami manfaatkan untuk hiasan pada produk-produk sandal kami,” ungkap Dini.

Menurutnya, usaha seharusnya bukan hanya tentang mencari keuntungan, tetapi juga memberikan manfaat bagi sesama dan lingkungan. Salah satunya dengan mengelola limbah produksi secara bertanggung jawab.

Baca juga: Dari Krisis ke Kesadaran, Perjalanan Slow Fashion Chynthia Suci Lestari

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau