Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Rumah, Sekolah Pertama Anak

Kompas.com - 05/06/2025, 17:54 WIB
Tsabita S. Naja,
Dwi NH

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

KOMPAS.com - Rumah bukan sekadar tempat berlindung dari panas dan hujan, bukan pula semata tempat melakukan rutinitas kehidupan harian.

Lebih dari semua itu, rumah adalah ruang hidup yang kaya akan interaksi bermakna. 

Menurut dosen Pendidikan Guru PAUD Universitas Nusa Cendana sekaligus anggota Early Childhood Education and Development (ECED) Council, Beatriks Novianti Bunga, dalam perspektif pengembangan anak usia dini, rumah adalah ekosistem pembelajaran pertama dan paling fundamental.

Tempat di mana seluruh pengalaman sensorik, emosional, dan sosial anak terbentuk secara intensif dan mendalam.

Baca juga: Dokter: Main Gawai Bisa Ganggu Kemampuan Makan dan Sensorik Anak

“Ruang hidup yang penuh potensi, sekolah kecil yang tiap sudutnya dapat menjadi media stimulasi dan rangsangan perkembangan yang mendalam bagi tumbuh kembang anak usia dini,” ujar Beatriks.

Namun, ia menyayangkan peran rumah dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yang kerap kali diremehkan atau diposisikan hanya sebagai pelengkap dari sistem pendidikan formal.

Kesibukan orangtua untuk memenuhi tuntutan ekonomi juga semakin mengikis peran rumah sebagai ruang belajar yang alami dan penuh makna.

Padahal, fondasi kecerdasan, kepekaan emosional, hingga ketahanan mental anak justru terbentuk pertama kali di rumah.

Baca juga: 10 Makanan Terbaik untuk Kecerdasan Anak, Telur hingga Brokoli

Dua lokasi terbaik di rumah untuk eksplorasi anak menurut Beatriks adalah dapur dan kamar tidur. Keduanya, meskipun tampak sederhana, menyimpan makna simbolik yang kuat.

Dapur mencerminkan kebutuhan akan gizi dan eksplorasi indrawi, sementara kamar tidur menjadi ruang bagi kelekatan emosional, rasa aman, dan pembentukan mental.

Dapur: laboratorium sensorik yang terabaikan

Dapur, misalnya, kerap dikategorikan sebagai zona dewasa, berbahaya, dan tidak cocok untuk anak. Namun, Beatriks mengajak kita untuk merevisi asumsi tersebut.

“Dapur, jika dipandu dengan kesadaran dan pengawasan, dapat menjadi ruang eksplorasi sensorik, kognitif, sekaligus emosional yang sangat kaya,” ujarnya.

Saat anak membandingkan ukuran sendok, mereka belajar tentang perbandingan ukuran, berat, dan koordinasi motorik. 

Saat mendengar suara denting sendok, irama ketukan spatula di panci, atau gemercik air, mereka belajar membentuk kepekaan terhadap variasi bunyi, ritme, dan fokus, yang merupakan awal dari literasi musikal, konsentrasi, dan daya tangkap sensorik yang bisa diasah secara natural.

Baca juga: Melatih Sensorik Penting untuk Tumbuh Kembang Anak, Jangan Anggap Sepele

Saat mencium aroma sereh, mengamati warna-warni cabai, dan menyentuh tekstur serta menyortir daun bayam, mereka belajar tentang alam, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan melatih motorik halus yang penting untuk kemampuan menulis nantinya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau