Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Rumah bukan sekadar tempat berlindung dari panas dan hujan, bukan pula semata tempat melakukan rutinitas kehidupan harian.
Lebih dari semua itu, rumah adalah ruang hidup yang kaya akan interaksi bermakna.
Menurut dosen Pendidikan Guru PAUD Universitas Nusa Cendana sekaligus anggota Early Childhood Education and Development (ECED) Council, Beatriks Novianti Bunga, dalam perspektif pengembangan anak usia dini, rumah adalah ekosistem pembelajaran pertama dan paling fundamental.
Tempat di mana seluruh pengalaman sensorik, emosional, dan sosial anak terbentuk secara intensif dan mendalam.
Baca juga: Dokter: Main Gawai Bisa Ganggu Kemampuan Makan dan Sensorik Anak
“Ruang hidup yang penuh potensi, sekolah kecil yang tiap sudutnya dapat menjadi media stimulasi dan rangsangan perkembangan yang mendalam bagi tumbuh kembang anak usia dini,” ujar Beatriks.
Namun, ia menyayangkan peran rumah dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) yang kerap kali diremehkan atau diposisikan hanya sebagai pelengkap dari sistem pendidikan formal.
Kesibukan orangtua untuk memenuhi tuntutan ekonomi juga semakin mengikis peran rumah sebagai ruang belajar yang alami dan penuh makna.
Padahal, fondasi kecerdasan, kepekaan emosional, hingga ketahanan mental anak justru terbentuk pertama kali di rumah.
Baca juga: 10 Makanan Terbaik untuk Kecerdasan Anak, Telur hingga Brokoli
Dua lokasi terbaik di rumah untuk eksplorasi anak menurut Beatriks adalah dapur dan kamar tidur. Keduanya, meskipun tampak sederhana, menyimpan makna simbolik yang kuat.
Dapur mencerminkan kebutuhan akan gizi dan eksplorasi indrawi, sementara kamar tidur menjadi ruang bagi kelekatan emosional, rasa aman, dan pembentukan mental.
Dapur, misalnya, kerap dikategorikan sebagai zona dewasa, berbahaya, dan tidak cocok untuk anak. Namun, Beatriks mengajak kita untuk merevisi asumsi tersebut.
“Dapur, jika dipandu dengan kesadaran dan pengawasan, dapat menjadi ruang eksplorasi sensorik, kognitif, sekaligus emosional yang sangat kaya,” ujarnya.
Saat anak membandingkan ukuran sendok, mereka belajar tentang perbandingan ukuran, berat, dan koordinasi motorik.
Saat mendengar suara denting sendok, irama ketukan spatula di panci, atau gemercik air, mereka belajar membentuk kepekaan terhadap variasi bunyi, ritme, dan fokus, yang merupakan awal dari literasi musikal, konsentrasi, dan daya tangkap sensorik yang bisa diasah secara natural.
Baca juga: Melatih Sensorik Penting untuk Tumbuh Kembang Anak, Jangan Anggap Sepele
Saat mencium aroma sereh, mengamati warna-warni cabai, dan menyentuh tekstur serta menyortir daun bayam, mereka belajar tentang alam, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan melatih motorik halus yang penting untuk kemampuan menulis nantinya.