Journaling juga dapat menjadi sarana untuk mengembangkan rasa syukur dalam diri seseorang.
Dengan menulis hal-hal kecil yang disyukuri setiap hari, seseorang bisa menumbuhkan pola pikir positif dan memperkuat harga dirinya.
“Terus menumbuhkan rasa syukur nih, jadi ada gratitude journaling juga. Lalu meningkatkan self esteem dan kepercayaan diri. Mungkin ketika kita lagi overwhelmed (kewalahan), merasanya capek banget, jadi memandang diri rendah. Dengan journaling, kita bisa cari tahu, apa sih yang bikin kita berharga,” terang Sarah.
“Untuk manfaat interpersonalnya, ini membantu memahami perasaan sendiri. Jadi bisa bilang ke orang lain, ‘Aku lagi enggak mood ya, bentar ya, boleh tinggalin aku sendirian,’ atau meningkatkan empati dan membangun relasi sehat sama orang,” sambungnya.
Baca juga:
Sarah menilai, bagi Gen Z yang hidup di tengah tekanan produktivitas dan derasnya arus media sosial, journaling bisa menjadi bentuk self care sederhana yang bermakna.
Kegiatan ini memberi kesempatan untuk berhenti sejenak, memproses emosi, dan kembali menemukan keseimbangan antara pikiran dan perasaan.
“Jadi misalnya emosinya siang, nanti journaling-nya bisa malam, enggak apa-apa. Enggak ada waktu tertentu untuk journaling,” ucapnya.
Bagi Sarah, kunci dari journaling bukan pada waktu atau bentuk tulisan, melainkan pada niat untuk menerima apa yang terjadi pada diri sendiri.
“Yang penting journaling dilakukan ketika kita merasa butuh ruang untuk mengurai perasaan, bukan karena paksaan atau rutinitas yang kaku,” jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang