Aksi Kamisan kali ini bertepatan dengan momentum peringatan 21 tahun meninggalnya Munir yang dibunuh pada 7 September 2004.
“Karena ini mendekati peringatan 21 tahun Munir dibunuh, pasti teman-teman lebih banyak datang,” ujar Suciwati saat doorstop di lokasi aksi.
Bagi Suciwati, peringatan ini bukan hanya sekadar mengenang, tetapi juga mengingatkan publik bahwa negara belum menuntaskan kasus tersebut.
“Aksi Kamisan sudah 18 tahun berjalan damai, tapi janji-janji penyelesaian kasus dari presiden ke presiden tidak ada yang ditepati,” kata dia.
Suciwati menilai situasi HAM di Indonesia saat ini tidak kunjung membaik.
Ia juga menyoroti kekerasan aparat dalam sejumlah aksi demonstrasi sejak 25 Agustus lalu, termasuk kasus kematian pengemudi ojol yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, Affan Kurniawan, yang disebutnya sebagai bukti penyalahgunaan kekuasaan.
“Pelanggaran HAM itu jelas terjadi. Kendaraan rantis milik negara seharusnya untuk lindungi warga, malah dipakai untuk sebaliknya. Mereka membangun narasi bohong bahwa Affan menabrakkan diri, padahal banyak video yang membuktikan sebaliknya,” ujar Suciwati.
Ia menegaskan, pihaknya akan mendorong Komnas HAM mengusut tuntas kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat.
“Kami sudah komunikasi dengan Ketua Komnas HAM. Tanggal 7 September nanti, kami undang langsung agar bisa ditanyakan publik,” katanya.
Ditanya soal harapan pengungkapan kasus Munir, Suciwati menegaskan perjuangan belum akan berhenti.
Menurut dia, harapan tidak datang dari penguasa, melainkan dari konsistensi perjuangan masyarakat sipil.
“Harapan ada di perjuangan kami, bukan di penguasa. Pelanggar HAM hari ini bersembunyi di balik kekuasaan, bangun benteng lewat partai agar tidak tersentuh hukum,” ungkapnya.
Bagi Suciwati, Aksi Kamisan adalah bentuk perlawanan terhadap upaya pelupaan sejarah.
“Ini bukan soal dendam, tapi tentang melawan lupa. Negara otoriter memang tidak tahu malu, tapi sejarah akan mencatat,” ucapnya.
Sebelumnya, massa Aksi Kamisan mulai memadati gerbang Monas, Jalan Medan Merdeka Barat, sejak pukul 15.00 WIB.
Mereka datang mengenakan pakaian serba hitam, membawa payung hitam bertuliskan “Kamisan”, serta membentangkan spanduk bertuliskan “Reset Indonesia” dan “Indonesia Darurat Kekerasan.”
Flyer yang dibagikan memuat tuntutan seperti “Keadilan untuk Munir” hingga seruan “Tuntutan Rakyat 17+8”.
Meski cuaca terik, peserta aksi tetap berdatangan hingga sore hari. Orasi dari keluarga korban pelanggaran HAM, aktivis, dan mahasiswa bergantian menggema.
Salah satu orator menyebut bahwa kematian Munir adalah luka bangsa yang belum pernah disembuhkan.
“Sudah 21 tahun sejak Munir dibunuh, tetapi negara masih gagal memberikan keadilan. Kita tidak hanya mengenang, kita menuntut pertanggungjawaban!” ujar salah satu orator.
Aksi Kamisan ke-876 yang digelar dengan tema “Mengenang 21 Tahun Munir: Indonesia Darurat Kekerasan dan Ketidakadilan” berlangsung damai hingga selesai pukul 18.00 WIB.
https://megapolitan.kompas.com/read/2025/09/04/19185491/hadiri-aksi-kamisan-ke-876-suciwati-negara-belum-tuntaskan-kasus-munir