JAKARTA, KOMPAS.com – Kritik terhadap gaji anggota DPR RI, sebesar Rp 65 juta per bulan terus berdatangan dari masyarakat, meski lembaga legislatif itu telah menghentikan tunjangan perumahan.
Publik menilai, kinerja DPR tak sebanding dengan penghasilan yang bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan.
Gaji Dinilai Terlalu Tinggi
Hasna (27), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, menilai gaji anggota DPR seharusnya tidak jauh berbeda dengan pegawai negeri sipil (PNS).
Menurutnya, angka Rp 65 juta terlalu tinggi dan justru membuat DPR kehilangan empati pada masyarakat.
“Masih ketinggian, harusnya samain saja kayak PNS Jakarta di posisi perencana, around Rp 20 juta lah, itu masih masuk akal,” ujar Hasna, Sabtu (6/9/2025).
Senada dengan Hasna, Fitroh (24), warga Bandung, Jawa Barat, menilai kesenjangan gaji DPR dengan upah minimum regional (UMR) masyarakat terlalu jauh.
“Kesenjangan gaji yang besar antara DPR dengan UMR pekerja ini mencerminkan adanya ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan di masyarakat,” katanya.
Kinerja Dinilai Belum Terasa
Sementara itu, Dhela (26), warga Bandung lainnya, menilai gaji besar hanya bisa diterima bila kinerja DPR benar-benar terasa manfaatnya bagi publik.
“Dengan tanggung jawab DPR yang menyangkut kehidupan orang banyak, angka Rp 65 juta sebenarnya bisa dianggap layak asal kerja mereka benar-benar terasa dampaknya bagi masyarakat,” ujar Dhela.
Namun, ia menegaskan kinerja DPR saat ini belum mencerminkan tanggung jawab tersebut.
“Sayangnya, publik yang seharusnya merasakan feedback dari kerja DPR, justru tidak merasakannya,” kata Dhela.
Publik Masih Kecewa
Setelah sepekan diguncang aksi mahasiswa dengan 17+8 Tuntutan Rakyat, DPR RI akhirnya mengumumkan perubahan skema tunjangan dan fasilitas, menetapkan gaji bersih anggota dewan sebesar Rp 65,5 juta per bulan. Namun, keputusan itu tetap menuai kritik.
Laras (42), warga Semarang, menilai kondisi tersebut memprihatinkan.
“Gajinya, rakyatnya masih susah malah mereka pada liburan,” kata Laras.
Dedi (41), warga Depok, juga menganggap penghapusan tunjangan rumah belum cukup.
“Kalau dibandingkan dengan UMR kita, itu jauh banget. Jadi walaupun ada penghapusan tunjangan rumah, tetap saja gaji mereka masih tinggi banget,” ujar Dedi.
Sementara itu, Nur Aisyah (29), warga Bekasi, menilai langkah DPR memang menunjukkan itikad baik, tapi belum cukup untuk mengembalikan kepercayaan publik.
“Ya bagus sih ada pemotongan. Minimal ada itikad baik lah dari mereka. Tapi apakah itu bikin warga jadi percaya? Belum tentu. Karena gaji Rp 65 juta itu masih besar sekali,” kata Nur.
DPR Hentikan Tunjangan Perumahan
DPR resmi menghentikan tunjangan perumahan untuk anggota dewan sebesar Rp50 juta per bulan, terhitung sejak 31 Agustus 2025.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat, pada Jumat (5/9/2025).
"Satu, DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan untuk anggota DPR terhitung sejak 31 Agustus 2025," ujar Dasco di Ruang Abdul Muis, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (5/9/2025).
Lembaga legislatif itu juga akan memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR setelah evaluasi meliputi biaya langganan, daya listrik, jasa telepon, komunikasi intensif, dan transportasi.
Kini, besaran gaji atau take home pay setiap anggota DPR menurun setelah keputusan tersebut, dari yang semula lebih dari Rp104 juta sekarang menjadi sekitar Rp65 juta.
Dalam konferensi pers tersebut, Dasco juga melampirkan gaji dan tunjangan terbaru anggota DPR. Berikut Daftarnya:
Gaji Pokok dan Tunjangan Jabatan
Tunjangan Konstitusional
Total Bruto: Rp74.210.680
Pajak PPH 15 persen: Rp8.614.950
Take Home Pay: Rp65.595.730.
https://megapolitan.kompas.com/read/2025/09/07/06485651/warga-kritik-gaji-dpr-rp65-juta-apakah-setimpal-dengan-kinerja