KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
HR Consultant/Konsultan SDM EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Manajemen Mikro, Ketika Pemimpin Jadi Penghambat

Kompas.com - 04/01/2025, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNAHKAH Anda merasa tertekan saat bekerja di bawah pemimpin yang terus-menerus mengawasi secara ketat? Jika iya, Anda tidak sendirian.

Menurut penelitian Hogan Assessment System, 48 persen sampel pekerja menggambarkan pemimpinnya terlalu terfokus pada detail dan mengontrol setiap aspek pekerjaan. Fenomena ini disebut manajemen mikro.

Manajemen mikro sering dilakukan dengan niat baik. Pemimpin mungkin ingin menghindari kesalahan kecil yang dapat menjadi fatal. Selain itu, pemimpin biasanya ingin tim memahami standar kerja yang tinggi. Mereka bisa jadi mengambil alih pekerjaan di tengah proses, memindahkan penugasan kepada orang lain, atau melakukan intervensi secara berlebihan.

Baca juga: Pemimpin, Pentingkah Menyentuh Hati Anak Buah?

Mereka mungkin tidak menyadari bahwa ada yang salah dari kepemimpinannya, tetapi justru sering merasa frustrasi dan berkata, “Mengapa harus saya yang selalu menemukan kesalahan kecil?" atau “Kenapa semua keputusan harus bergantung pada saya?"

Mengapa pemimpin melakukan manajemen mikro?

Carey Nieuwhof, pakar kepemimpinan, menjelaskan, “Kontrol sering kali menjadi pengganti kurangnya strategi atau keselarasan yang jelas.”

Dengan kata lain, ketika seorang pemimpin tidak memiliki visi yang jelas, mereka mencoba menggantikannya dengan kontrol berlebihan. Banyak situasi manajemen mikro lahir dari rasa khawatir akan kegagalan, baik karena pengalaman masa lalu maupun kekhawatiran akan ketidakpastian pada masa mendatang.

Baca juga: Menjual Reputasi, Aset yang Tak Ternilai

Julia DiGangi, seorang ahli neuroenergetika, menyebutkan bahwa manajemen mikro berasal dari ketidakpercayaan pada orang lain maupun pada diri sendiri. Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya mereka yang dapat melakukan pekerjaan dengan benar. Micromanaging adalah demonstrasi keyakinan bahwa kita lebih baik daripada tim kita dalam pekerjaan mereka,” kata Alex Hormozi.

Perasaan ini diperparah oleh dorongan untuk mencapai kesempurnaan sehingga pemimpin tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai tim, alih-alih memberikan penghargaan kepada tim.

Dampak negatif manajemen mikro

Manajemen mikro tidak hanya melelahkan bagi pemimpin dan anggota tim, tetapi juga merusak organisasi. Bayangkan, seorang pemahat yang terus-menerus memperbaiki detail kecil sehingga karyanya tidak pernah selesai.

Baca juga: Kelelahan Zoom

Selain itu, keputusan sekecil apa pun harus melewati pemimpin dan memperlambat alur kerja serta menyebabkan frustrasi di antara anggota tim. Ketika upaya mereka selalu diintervensi dan keputusan dipertanyakan terus, karyawan cenderung menjadi pasif dan hanya menunggu arahan, yang pada akhirnya mengurangi inisiatif dan produktivitas.

Hubungan antarpemimpin yang melakukan manajemen mikro pun sangat unik. Pemimpin kerap berada di tengah-tengah proses kerja, tetapi tidak membentuk pendewasaan bawahan.

Ketika bawahan merasa terus-menerus diawasi, mereka merasa dianggap kurang kompeten dan kehilangan motivasi dan kepercayaan diri.

Baca juga: Menjaga Kepatutan

Sebuah studi menunjukkan, manajemen mikro adalah salah satu alasan utama karyawan memilih untuk meninggalkan perusahaan. Kehilangan talenta ini tidak hanya mengganggu operasional perusahaan, tetapi juga mahal karena proses rekrutmen dan pelatihan karyawan baru membutuhkan waktu dan biaya besar.

Steve Jobs pernah mengatakan, “Tidak masuk akal untuk mempekerjakan orang pintar dan memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Kami mempekerjakan orang pintar sehingga mereka dapat memberi tahu kami apa yang harus dilakukan.”

Namun, hal ini menjadi terabaikan ketika manajemen mikro terjadi. Akibatnya, karyawan merasa bahwa ide-ide mereka tidak dihargai sehingga mereka berhenti beride dan berinovasi.

Mengubah gaya kepemimpinan

Apakah pemimpin yang melakukan manajemen mikro bisa berubah? Carey Nieuwhof menyebutkan bahwa langkah pertama adalah mengakui adanya masalah. Ini tidak mudah terjadi, apalagi banyak pemimpin yang tidak punya cukup kesadaran bahwa gaya kepemimpinannya akan membawa masalah dalam jangka panjang.

Baca juga: Asah Keberanian

Eileen Rachman.Dok EXPERD Eileen Rachman.
Membangun kesadaran ini dapat dilakukan lewat berbagai cara, misalnya dengan umpan balik 360 derajat untuk mendapatkan pendapat dari berbagai pihak.

Mengingat kebiasaan ini juga berakar dari kepribadian, maka memahami profil kepribadian juga dapat menjadi sumber data untuk pengembangan diri. Dalam Hogan Development Survey, para pemimpin dapat memperoleh gambaran tentang perilaku yang perlu dikelola agar tidak menghambat relasi dan kepemimpinannya. Salah satunya, kecenderungan melakukan manajemen mikro.

Langkah selanjutnya, melakukan modifikasi perilaku. Pola perilaku yang sudah berakar kuat, ditambah dengan tekanan dan persaingan di lingkungan kerja, sering membuat pemimpin merasa kontrol ketat adalah cara untuk memastikan hasil terbaik. Perilaku ini membuat anggota tim merasa tidak dipercaya, padahal rasa percaya adalah fondasi dari hubungan yang sehat antara pemimpin dan tim.

Baca juga: Mengatur Nada

Untuk itu, pemimpin harus menunjukkan bahwa mereka percaya pada tim dengan memberikan otonomi dan menghargai usaha mereka. Pemberian apresiasi akan memotivasi tim untuk bekerja lebih baik tanpa merasa diawasi secara berlebihan.

Pemimpin perlu belajar untuk mendelegasikan. Ini tidak hanya tentang cara membagi tugas, tetapi juga memberi kepercayaan kepada tim untuk mengambil keputusan. Dengan memberikan arahan yang jelas dan ruang pada bawahan untuk berkreasi pada detail proses, pemimpin bisa mulai melepaskan kebiasaan kontrol secara berlebihan.

Selain itu, pemimpin harus belajar berkonsentrasi pada tugas-tugas strategis daripada tenggelam dalam detail operasional. Pemimpin harus tetap berpegang pada “gambar besar” keadaan organisasi. Dengan begitu, mereka dapat melihat tujuan jangka panjang dan membantu tim mencapai tujuan tersebut.

Baca juga: Era Imajinasi

Manajemen mikro mungkin terasa seperti solusi untuk menjaga kualitas, tetapi akan banyak merugikan dalam jangka panjang. Dengan belajar mempercayai tim, memberikan arahan yang jelas, dan fokus pada hasil, pemimpin dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Seperti kata Ralph Nader, “Fungsi kepemimpinan adalah menghasilkan lebih banyak pemimpin, bukan lebih banyak pengikut.”

Menginspirasi orang lain untuk terus berkembang jauh lebih berarti daripada sekadar mengontrol mereka.

 


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Komentar di Artikel Lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau