JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mempertanyakan keputusan pemerintah yang membatasi ekspor limbah pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME), residu minyak sawit asam tinggi atau high acid palm oil (HAPOR), dan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan, Kementerian Perdagangan mengkaji dengan cara lain terkait kebijakan tersebut.
Menurut Gulat, kebijakan pembatasan ekspor itu akan merugikan Indonesia karena mengurangi penerimaan negara dan merugikan petani.
“Seharusnya yang jadi masalah jika produk CPO (minyak kelapa sawit) Indonesia atau produk sampingannya (residu CPO) enggak ada yang beli, baru repot. Ini kok, banyak permintaan dari negara lain malahan dibatasi, paling tidak 160 negara butuh minyak sawit Indonesia, Ada apa ini?” kata Gulat saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
Baca juga: Permintaan Asing Tinggi, Mengapa Pemerintah Batasi Ekspor Jelantah dan Limbah Sawit?
Gulat melihat tingginya permintaan ekspor POME, HAPOR, dan UCO sebagai peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor.
Gulat juga angkat bicara soal pernyataan Kemendag yang menduga maraknya praktik pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli, serta pengolahan buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan menjadi POME dan HAPOR.
“Kalau ada yang dicurigai eksportir mencampur minyak goreng murni dengan minyak jelantah supaya dikategorikan dalam persetujuan ekspor (PE) minyak jelantah, ya kan mudah saja, tinggal diuji setiap mau diekspor, apakah benar minyak jelantah atau dicampur dengan minyak goreng murni?” kata Gulat.
Baca juga: Ekspor Produk Limbah Sawit Capai 29,32 Juta Dollar AS, LPEI Minta Produsen Manfaatkan Peluang
“Kalau memang nakal, ya langsung pidanakan dengan denda berlipat ganda,” ujar dia.
Selain itu, alasan pemerintah menerapkan pembatasan POME, HAPOR, dan UCO adalah untuk mendukung penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
B40 yang merupakan bahan bakar dengan campuran 40 persen olahan minyak kelapa sawit dan 60 persen minyak solar.
“Program biodesel itu selain untuk kemandirian energi, juga untuk menjaga kestabilan harga CPO global, dan harga CPO domestik akan terdongkrak dengan target utama terjaganya harga TBS petani sawit melalui serapan domestik CPO,” kata Gulat.
Baca juga: Menristek Dorong PTPN V Ubah Limbah Sawit Jadi Tenaga Listrik