JAKARTA, KOMPAS.com – Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan dalam beberapa hari terakhir. Pada perdagangan Selasa (25/3/2025), rupiah menyentuh level Rp 16.600 per dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp 16,6 juta per 1.000 dolar AS. Pelemahan ini memicu kekhawatiran di masyarakat, terutama karena kondisi serupa pernah terjadi pada krisis ekonomi 1998.
Pelemahan rupiah berpotensi berdampak pada berbagai sektor ekonomi, seperti inflasi, ketidakpastian pasar, serta kenaikan harga barang dan jasa. Meski begitu, di tengah kondisi ini, investasi tetap bisa menjadi strategi untuk menjaga nilai aset.
Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menyarankan masyarakat untuk tetap berinvestasi, terutama bagi mereka yang memiliki dana lebih. Menurutnya, dalam kondisi ekonomi yang bergejolak, memilih instrumen investasi yang tepat bisa menjadi langkah untuk melindungi nilai aset sekaligus mencari peluang keuntungan.
“Investasi adalah langkah strategis dalam menghadapi gejolak ekonomi. Yang paling penting adalah memilih instrumen investasi yang aman, legal di Indonesia, serta sesuai dengan profil risiko masing-masing,” ujar Iqbal, melalui keterangan pers, Kamis (27/3/2025).
Baca juga: Menko Airlangga Paparkan Strategi agar Kurs Rupiah Tidak Terus Merosot
Salah satu instrumen yang dapat menjadi pilihan adalah aset kripto. Iqbal menjelaskan bahwa kripto memiliki karakteristik tertentu yang membuatnya lebih tahan terhadap depresiasi nilai mata uang lokal.
Stablecoin seperti USDT (Tether) yang nilainya dipatok terhadap dolar AS dapat menjadi pilihan bagi investor yang ingin menjaga daya beli aset mereka. “Dengan berinvestasi dalam USDT, investor dapat menghindari risiko inflasi yang lebih tinggi. Stablecoin ini lebih stabil dibandingkan aset kripto lain yang volatil,” kata Iqbal.
Selain stablecoin, Bitcoin juga bisa menjadi pilihan menarik, terutama bagi investor yang mencari potensi keuntungan jangka panjang. Harga Bitcoin cenderung mengalami apresiasi karena suplai yang terbatas dan meningkatnya permintaan global.
Sebagai gambaran, pada tahun 2020, harga Bitcoin masih berada di kisaran 10.000 dolar AS (sekitar Rp 166 juta), namun pada 2021 melonjak hingga lebih dari 60.000 dolar AS (sekitar Rp 996 juta).
“Kenaikan ini menunjukkan bahwa investasi Bitcoin tidak hanya bisa mengimbangi inflasi, tetapi juga berpotensi memberikan keuntungan signifikan bagi investor yang siap menghadapi volatilitasnya,” jelas Iqbal.
Baca juga: Bitcoin Makin Dilirik sebagai Emas Digital jika Inflasi Melonjak
Iqbal menambahkan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli aset kripto, karena harga beberapa aset masih relatif stabil dan belum mengalami lonjakan yang signifikan.
Selain itu, ia mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola Tunjangan Hari Raya (THR). “Sebagian dari THR bisa dialokasikan untuk investasi, baik di aset kripto maupun instrumen lain yang sesuai dengan profil risiko. Dengan begitu, kita tidak hanya membelanjakan dana, tetapi juga merencanakan keuangan dengan lebih baik untuk masa depan,” tutup Iqbal.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini