JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku industri bersama pemerintah melakukan penguatan industri baja nasional pada era hilirisasi. Namun untuk mencapai hal tersebut terdapat tantangan dan perlu strategi mengatasinya.
Dalam sesi diskusi Indonesia Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025 beberapa waktu lalu, sejumlah pembicara dari lintas kementerian dan pelaku industri strategis menjabarkannya.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Dedi Latip, mengatakan, hilirisasi logam dan mineral sebagai prioritas strategis nasional dengan peta jalan investasi yang difokuskan pada peningkatan kapasitas produksi baja.
Baca juga: Menakar Kepentingan Industri Baja Nasional dalam Akuisisi US Steel
“Industri baja termasuk sektor unggulan, bahkan berperan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya dikutip Jumat (30/5/2025).
Dalam catatan BKPM, realisasi investasi di sektor logam dasar meningkat dari Rp61,6 triliun pada 2019 menjadi Rp 200,3 triliun pada 2023, dengan proyeksi kebutuhan baja nasional melonjak hingga 100 juta ton pada 2045.
Tantangan seperti kebutuhan tenaga kerja terampil, tekanan global, dan pentingnya insentif fiskal menjadi fokus strategis agar transformasi industri berjalan sukses.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko S.A. Cahyono menyampaikan, Kemenperin terus memperkuat sektor baja melalui kebijakan industri hijau dan berkelanjutan.
Baca juga: Krakatau Steel (KRAS) Pasok 120.000 Ton Baja HRC ke Vietnam
Ia pun menyoroti empat isu utama yang tengah dihadapi sektor ini, yakni dekarbonisasi melalui penerapan peta jalan menuju Net Zero Emission pada 2050, yang memerlukan perubahan signifikasn dari metode konvensional.