JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah menargetkan penciptaan lebih dari 1,7 juta peluang kerja dari sektor kelistrikan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Manajer Advokasi Kebijakan Koaksi Indonesia A Azis Kurniawan menyebut 91 persen dari 836.696 tenaga kerja subsektor pembangkitan termasuk kategori green jobs.
"Ini peluang besar, tetapi membutuhkan kesiapan tenaga kerja nasional di tengah transisi energi," kata Azis dalam pernyataan tertulis, Rabu (4/6/2025).
Baca juga: Tantangan Ciptakan Green Jobs dalam Hilirisasi Nikel
Studi Koaksi Indonesia bersama BOI Research pada 2024 menunjukkan 76 persen responden muda ingin bekerja di sektor yang berdampak positif bagi lingkungan. Namun, minimnya informasi, pelatihan, dan dukungan kebijakan membuat banyak dari mereka belum siap secara keterampilan.
Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia yang diluncurkan Bappenas pada April 2025 dinilai memberi arah strategis. Namun, pelaksanaannya dinilai masih belum konkret, terutama di tingkat daerah. Termasuk untuk kelompok terdampak transisi dari sektor energi fosil.
"Tanpa peta jalan yang terukur, 91 persen ini terancam tidak dapat diakses kelompok yang membutuhkan pekerjaan," ujar Azis.
Ia menambahkan transisi energi menuntut keterampilan baru. Green jobs dinilai bukan sekadar peluang kerja, tapi juga kunci daya saing regional dan pintu masuk investasi hijau yang berkelanjutan.
"Tantangannya bukan cuma membangun pembangkit, tetapi juga kapasitas manusianya," ucap Azis.
Baca juga: Potensi Green Jobs dari RUPTL 2025 - 2034 Perlu Dibarengi Peningkatan Kapasitas Tenaga Kerja
Koaksi Indonesia menyambut baik arah transisi energi yang menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 61 persen dari penambahan kapasitas pembangkit 69,5 gigawatt (GW). Namun, penciptaan green jobs perlu diiringi peningkatan kapasitas tenaga kerja melalui program pelatihan seperti upskilling dan reskilling.
Direktur Kemitraan Strategis dan Pengembangan Koaksi Indonesia Indra Sari Wardhani mengatakan green jobs tak bisa dinilai dari kuantitas saja. Kualitas pekerjaan juga perlu diperhatikan, terutama untuk sektor energi terbarukan yang berbasis potensi lokal.
“Ekonomi, sosial, dan lingkungan harus mencakup indikator pekerjaan layak. Juga memberi kontribusi bagi perlindungan alam secara berkelanjutan dan bersifat inklusif,” kata Indra.
Data RUPTL menunjukkan sektor tenaga surya (PLTS) diperkirakan menyerap 348.000 tenaga kerja. Sektor panas bumi (PLTP) menyerap 42.000 orang, sementara tenaga air (PLTA) menyerap 129.000 orang. Semuanya memerlukan keahlian teknis baru yang belum banyak tersedia di pasar kerja saat ini.
Koaksi mendorong pemerintah segera menyusun strategi nasional reskilling dan upskilling berbasis peta jalan green jobs. Pemerintah daerah, sektor swasta, dan institusi pendidikan perlu dilibatkan.
Pelibatan aktif generasi muda melalui SMK, sekolah vokasi, dan program magang juga dinilai krusial. Prinsip keadilan sosial diusulkan menjadi fondasi agar transisi tidak memperlebar ketimpangan.
“Green jobs bisa menjadi jembatan menuju ekonomi hijau bila dirancang secara terencana, terukur, inklusif, adil, dan berkelanjutan,” ujar Indra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya