KOMPAS.com – Batas waktu penangguhan tarif “resiprokal” yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan berakhir pada Jumat (1/8/2025).
Jika tidak ada kesepakatan baru, dunia akan kembali menghadapi tarif impor yang lebih tinggi dari Washington.
Kebijakan tarif impor ini telah dua kali diundur sejak “Hari Pembebasan” (Liberation Day) pada 2 April lalu, yakni ke 9 Juli dan kini ke 1 Agustus.
Namun, dalam 120 hari terakhir, AS baru menandatangani delapan kesepakatan dagang, termasuk dengan Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara.
Baca juga: Aturan TKDN Diubah, Kemenperin: Bukan karena Kesepakatan Tarif Trump
Sejumlah mitra dagang utama seperti Kanada, Australia, dan India masih belum mencapai kesepakatan dengan AS, memicu kekhawatiran akan meningkatnya tensi perdagangan global.
Dilansir dari CNBC, (31/7/2025), berikut daftar negara yang sudah capai kesepakatan dagang dengan AS dan yang terancam tarif tinggi.
Inggris menjadi negara pertama yang meneken kesepakatan dagang dengan AS pada Mei lalu.
Kesepakatan tersebut menetapkan tarif dasar 10 persen untuk barang asal Inggris, dengan sejumlah kuota dan pengecualian untuk sektor otomotif dan dirgantara.
Meski Trump bertemu Perdana Menteri Keir Starmer di Skotlandia, isu tarif baja dan aluminium masih belum final, begitu pula perundingan pajak layanan digital yang ingin dihapuskan Washington.
Pada 2 Juli 2025, Vietnam mencapai kesepakatan yang memangkas tarif dari 46 persen menjadi 20 persen. Namun, Politico melaporkan bahwa Hanoi terkejut karena awalnya mengira tarif hanya akan turun ke 11 persen.
Kesepakatan juga mencakup tarif 40 persen untuk barang yang “transhipping” dari negara ketiga melalui Vietnam, meski detail penerapannya belum jelas.
Baca juga: Trump “Hukum” Kanada dengan Tarif 35 Persen, Imbas Dukung Palestina
Trump mengumumkan kesepakatan dengan Indonesia pada 15 Juli, memangkas tarif dari 32 persen menjadi 19 persen.
Pemerintah Indonesia sepakat menghapus hambatan tarif atas lebih dari 99 persen produk AS, termasuk sektor pertanian dan energi, serta meninjau hambatan non-tarif.
Filipina mendapatkan pemangkasan tarif yang relatif kecil, dari 20 persen menjadi 19 persen pada 22 Juli.
Trump memuji Manila karena membuka pasar bagi barang AS, dan menyebut akan memperkuat kerja sama militer, meski detailnya belum diungkap.