JAKARTA, KOMPAS.com — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian resmi menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi aset kripto.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang mulai berlaku 1 Agustus 2025.
PMK tersebut diterbitkan 25 Juli 2025 dan mengatur soal PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Baca juga: Ada Perubahan Pajak Kripto, Peluang atau Tantangan untuk Industri?
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, penghapusan PPN ini dilakukan setelah kripto diklasifikasikan ulang, dari komoditas menjadi aset keuangan digital (digital financial asset).
Perubahan klasifikasi ini membuat aset kripto memenuhi karakteristik sebagai surat berharga, sehingga tidak lagi dikenai PPN.
Selain itu, pengawasan kripto juga berpindah dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Jadi sebenarnya sudah diatur sebelumnya, ketika kripto ini menjadi komoditas yang diperdagangkan di bursa, komoditi bursa berjangka. Nah kemudian terjadi perubahan klasifikasi aset kripto, yang mana dari yang semula commodity menjadi aset keuangan digital, jadi digital financial asset,” ujar Bimo dalam media briefing di kantor DJP, Kamis (31/7/2025).
“Sehingga aset kripto tersebut sebagai karakteristiknya yang sesuai dengan surat berharga dan sebagai aset keuangan digital itu tidak lagi dikenai Pajak Pertambahan Nilai,” lanjutnya.
Baca juga: Tarif PPh Aset Kripto Naik Jadi 0,21 Persen Per 1 Agustus, tapi PPN Transaksi Justru Dihapus
Sebelum aturan baru ini terbit, PPN atas transaksi kripto diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024.
PPN dikenakan sebesar 0,11 persen untuk transaksi melalui bursa terdaftar Bappebti, dan 0,22 persen jika dilakukan di luar bursa.
“Tapi dari konteks awal untuk perdagangan jual dan beli kripto, sebelumnya dikenakan PPh Pasal 22 final dengan tarif tertentu, kemudian besaran tertentu untuk PPN, tarifnya 0,1 persen yang melewati Bappebti, yang tidak melewati Bappebti itu 0,2 persen. Jadi yang melewati bursa itu 0,1 persen dulunya di PMK lama kami, PMK 81 tahun 2024,” kata Bimo.
PMK 50 Tahun 2025 juga mengatur perpajakan atas layanan lain yang terkait aset kripto.
Termasuk layanan platform, aktivitas mining, serta penunjukan platform asing untuk memungut dan menyetor pajak.
Aturan baru ini sekaligus mencabut ketentuan dalam PMK 81 Tahun 2024 dan PMK 11 Tahun 2025 yang sebelumnya menjadi dasar pengenaan pajak kripto.
“Nah apa yang berubah di PMK yang baru? PPN tidak dikenai lagi karena sudah masuk kriteria karakteristik sebagai surat berharga, adapun PPh Pasal 22 finalnya ada sedikit kenaikan, jadi untuk mengkompensasi PPN yang sudah tidak ada,” ujar Bimo.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini