JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti penurunan kredit dan penerimaan pajak di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2025 yang tembus 5,12 persen.
Ekonom Senior Indef M. Fadhil Hasan mengatakan, pertumbuhan kredit berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi.
Jika kredit tumbuh melambat, biasanya ekonomi juga tengah melambat. Sebab, kredit merupakan motor penggerak utama kegiatan ekonomi, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun investasi bagi dunia usaha.
Namun, pertumbuhan kredit perbankan selama Januari-Juni 2025 yang sebesar 7,7 persen, lebih rendah dari pertumbuhan kredit periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,3 persen.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen, Ekonom Sebut Konsumsi Naik karena Tekanan Hidup
"Ini pertumbuhan kredit turun, tapi kemudian bagaimana pertumbuhan ekonomi meningkat? Itu juga harus menjadi pertanyaan," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (6/8/2025).
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini juga tidak sesuai dengan penerimaan pajak, terutama pajak yang berhubungan dengan konsumsi masyarakat seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM pada Semester I 2025 justru tercatat turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari Rp 332,9 triliun menjadi Rp 267,3 triliun atau turun sekitar 20 persen.
"Seharusnya penerimaan pajak itu seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi. Tapi ini kan justru menunjukkan indikator yang bertolak belakang antara pertumbuhan ekonomi dengan penerimaan PPN dan PPnBM dari sektor perpajakan," jelasnya.
Dia melanjutkan, jika dilihat dari penerimaan pajak bruto pada Semester I 2025, memang terjadi kenaikan sekitar 2,3 persen secara tahunan. Namun, penerimaan pajak neto justru mengalami penurunan sekitar 7 persen.
Alhasil, rasio pajak Indonesia mengalami penurunan dari 8,3 persen menjadi 7,1 persen pada Semester I 2025. "Ini sekali lagi menunjukkan bahwa tax ratio kita itu seharusnya meningkat, tapi ini justru mengalami penurunan," kata Fadhil.
Oleh karenanya, Fadhil menilai ketidakkonsistenan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan kredit dan penerimaan pajak perlu dicermati dengan serius.
Dikhawatirkan hal ini terjadi karena kesalahan metodologi pengumpulan data atau penghitungan.
Karena menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II 2025 seharusnya tidak tumbuh hingga 5,12 persen.
"Nanti itu justru berbahaya bagi pemerintah sendiri. Makanya, karena pengumuman pemerintah itu merupakan sesuatu yang resmi, sesuatu yang menjadi rujukan resmi, kita mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan lebih lanjut. Dan juga mendorong pemerintah agar melihat secara lebih mendasar lagi, mungkin dari sisi metodologinya," tuturnya.
Baca juga: Prabowo: Ketidakpastian akibat Tarif Kita Hadapi dengan Tenang, Terima Kasih Tim Ekonomi!
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang