JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie menyarankan semua orang percaya data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Data mencatat pertumbuhan sebesar 5,12 persen.
"Saya rasa kita mesti percaya. Kalau misalnya angka dari BPS tidak kita percaya, kepada siapa lagi gitu? Mereka kan statistik yang sudah bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun bekerja," ujar Anindya usai menghadiri pembekalan retret Kadin Indonesia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
"Jadi saya rasa sih paling bagus kita fokus kepada mengangkat ekonomi lebih banyak lagi daripada utak-atik angkanya," lanjutnya.
Baca juga: 200 Anggota Kadin Bakal Retret di Magelang, Keberangkatan Naik Hercules Dilepas Presiden Prabowo
Ia menilai, data yang sudah dirilis ke publik sebaiknya dihormati dan dijadikan dasar untuk bekerja lebih baik.
Sebelumnya, BPS merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dengan nilai produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp 5.947 triliun.
Namun, sejumlah ekonom menilai angka itu tidak mencerminkan kondisi riil. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam data tersebut.
Bhima menyoroti perbedaan signifikan antara data BPS dengan indikator lain seperti Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur. BPS mencatat industri pengolahan tumbuh 5,68 persen, tetapi PMI Manufaktur justru masih berada di bawah ambang ekspansi sepanjang kuartal II.
Merespons keraguan itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menegaskan data pemerintah disampaikan secara jujur, baik saat naik maupun turun.
"Pemerintah itu jujur-jujur saja lho mengeluarkan data. Kalau turun dibilang turun, kalau naik dibilang naik," kata Hasan dalam konferensi pers daring di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 5,12 Persen, Kadin: Kabar Baik untuk Pelaku Usaha
Ia mencontohkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 yang saat itu dilaporkan sebesar 5,12 persen, tak lama setelah Presiden Prabowo Subianto mulai menjabat. Selanjutnya, kuartal I 2025 tercatat turun menjadi 4,87 persen.
"Turun kan? Penurunan itu dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama, oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Turun kita bilang turun," ujarnya.
"Kuartal kedua naik 5,12, dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama. Jadi kalau turun kita bilang turun, kalau naik dibilang naik," ucap Hasan.