LONDON, KOMPAS.com - Ada fenomena menarik yang hadir di tengah-tengah generasi muda di China, yakni pura-pura bekerja padahal menganggur.
Bahkan, anak muda di China membayar perusahaan agar bisa berpura-pura bekerja untuk mereka menjadi fenomena populer.
Kondisi ini menyebabkan semakin banyaknya penyedia jasa semacam itu.
Baca juga: Brasil Cetak Sejarah: Pengangguran Terendah Sepanjang Masa, Kenaikan Upah Catatkan Rekor Tertinggi
Dikutip dari BBC, Senin (11/8/2025), perkembangan ini terjadi di tengah lesunya ekonomi dan pasar kerja China. Pengangguran kaum muda China tetap tinggi, lebih dari 14 persen.
Dengan semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan nyata, sejumlah anak muda lebih suka membayar untuk pergi ke kantor daripada hanya berdiam diri di rumah.
Penyedia layanan semacam itu kini bermunculan di kota-kota besar di China, termasuk Shenzhen, Shanghai, Nanjing, Wuhan, Chengdu, dan Kunming.
Salah satunya adalah Pretend to Work Company.
Baca juga: Wamenaker: Ada Mafia Regulasi dan Mafia Kesehatan di Balik Pengangguran
Seringkali, layanan ini tampak seperti kantor yang berfungsi penuh, dilengkapi dengan komputer, akses internet, ruang rapat, dan ruang minum teh.
Alih-alih hanya duduk-duduk, para peserta dapat menggunakan komputer untuk mencari pekerjaan, atau mencoba meluncurkan usaha rintisan sendiri.
Terkadang, biaya hariannya, biasanya antara 30 dan 50 yuan atau setara sekitar Rp 68.148 sampai Rp 113.500 (asumsi kurs Rp 2.271 per yuan), sudah termasuk makan siang, camilan, dan minuman.
Christian Yao, dosen senior di Victoria University of Wellington Sekolah Manajemen Universitas Victoria Wellington di Selandia Baru, yang juga pakar ekonomi China mengatakan, fenomena berpura-pura bekerja kini sangat umum.