Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Papua dan Maluku Bayar Beras Paling Mahal, Bapanas: Karena Geografis dan Transportasi

Kompas.com - 26/08/2025, 20:00 WIB
Suparjo Ramalan ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan baru mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) beras resmi diberlakukan pemerintah melalui Surat Keputusan Nomor 299 Tahun 2025 yang diteken Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi pada 22 Agustus 2025.

Meski dimaksudkan untuk menjaga stabilitas, aturan ini justru menegaskan adanya jurang perbedaan harga antarwilayah, terutama bagi masyarakat di kawasan timur Indonesia.

Dalam beleid tersebut, warga di Maluku dan Papua harus merogoh kocek paling dalam untuk membeli beras. Harga beras medium di dua wilayah itu dipatok Rp 15.500 per kilogram (kg). Sementara beras premium mencapai Rp 15.800 per kilogram.

Angka ini jauh lebih mahal dibandingkan Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menikmati harga paling murah, yakni Rp 13.500 untuk medium dan Rp 14.900 untuk premium. Perbedaan harga tersebut mencapai Rp 2.000 hingga Rp 2.300 per kilogram.

Baca juga: Soal Harga Beras Mahal, Wali Kota Solo: Jangan Sampai Ada Kelangkaan Beras

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, menjelaskan bahwa tingginya harga di Papua dan Maluku tidak bisa dilepaskan dari faktor geografis.

Menurutnya, kondisi wilayah kepulauan dengan akses transportasi terbatas membuat ongkos distribusi melonjak.

“Kan jelas ya, jelas transportasi dan lain sebagainya itu, kayaknya Papua Pegundungan perlu penyesuaian kembali, perlu kita kaji kembali karena di Papua Pegunungan pasti tidak akan tercapai karena ongkos ke sana itu naik pesawat, nggak mungkin itu,” ujar Ketut saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).

Baca juga: Harga Beras Mahal, Warga: Kami Ini Cari Murah...

Perbedaan harga yang cukup mencolok antara barat dan timur Indonesia menimbulkan pertanyaan besar mengenai keadilan distribusi pangan.

Sementara masyarakat Jawa bisa mendapatkan beras dengan harga yang lebih ringan, warga Papua dan Maluku harus membayar lebih mahal untuk kebutuhan pokok yang sama.

Ketut menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas persoalan ini. Ia menyebut rencana penerapan kebijakan satu harga beras tetap menjadi target jangka panjang sebagaimana arahan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan alias Zulhas.

Namun, menurutnya, kebijakan tersebut tidak bisa dibuat secara tergesa-gesa tanpa melibatkan pemangku kepentingan. Hingga kini, Bapanas masih menyiapkan formulasi agar konsep satu harga dapat dijalankan secara implementatif tanpa menimbulkan gejolak di lapangan.

“Makanya itu pun nanti akan menjadi perhatian kami di dalam diskusi berikutnya, setelah kita membahas terkait dengan posisi satu harga beras bagaimana arah dari Bapak Menko Pangan,” paparnya.

Baca juga: HET Beras Baru: Warga Maluku dan Papua Bayar Paling Mahal di Indonesia

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
Ekbis
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ekbis
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
Cuan
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau