JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kerugian kasus penghimpunan dana ilegal yang melibatkan mantan CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree), Adrian Asharyanto Gunadi, mencapai triliunan rupiah.
Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko mengatakan, total kerugian kasus ini mencapai Rp 2,75 triliun.
"Kerugiannya kan semua berupa pinjaman online P2P lending, di mana mereka menghimpun dana masyarakat tanpa izin dari otoritas," ujar Untung usai konferensi pers di Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Jumat (26/9/2025).
Baca juga: Investree Masuk Proses Likuidasi, 3 Anggota Tim Mundur di Tengah Jalan
Untung menjelaskan, Adrian pertama kali ke Qatar pada 2023. Ia masih sempat kembali ke Indonesia hingga awal 2024.
"Bolak-balik dia, Februari 2024 resmi dia kabur karena ditetapkan sebagai buronan OJK pada tanggal 14 Februari 2024, pas Valentine," kata Untung.
Kasus selanjutnya diserahkan ke Biro Koordinator Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana menambahkan, penghimpunan dana ilegal terjadi sejak Januari 2022 hingga Maret 2024 dengan nilai sedikitnya Rp 2,7 triliun.
Ia menyebut Adrian menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana, dengan mengatasnamakan Investree.
"Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi," kata Yuliana.
Baca juga: OJK Pulangkan Buronan Eks CEO Investree Adrian Gunadi
Selama penyidikan, Adrian disebut tidak kooperatif dan terdeteksi berada di Doha, Qatar. OJK kemudian menetapkan Adrian sebagai tersangka.
Daftar pencarian orang (DPO) dan Red Notice diterbitkan pada 14 November 2024 melalui koordinasi dengan Bareskrim Polri dan Divisi Hubungan Internasional Polri.