Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPKP Yakin Kerugian Negara Rp 578 M di Kasus Tom Lembong Nyata dan Pasti

Kompas.com - 23/06/2025, 19:36 WIB
Syakirun Ni'am,
Danu Damarjati

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Chusnul Khotimah, mengaku yakin bahwa kerugian negara sebesar Rp 578 miliar akibat importasi gula pada 2015-2016 bersifat nyata dan pasti.

Keterangan tersebut disampaikan Chusnul saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

Pada persidangan tersebut, setelah Chusnul menguraikan rincian bentuk penyimpangan importasi gula dan kerugian keuangan negara yang diakibatkan, jaksa menanyakan apakah kerugian itu nyata.

“Terakhir dari saya, tadi ahli simpulkan ada kerugian Rp 578 miliar kurang lebih ya. Dari kerugian keuangan negara tersebut, apakah kerugian negara itu ahli yakini sifatnya nyata dan pasti?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).

Baca juga: BPKP Ungkap Sumber Kerugian Rp 578 M karena Impor Gula Tom Lembong

Chusnul menjelaskan bahwa pihaknya menyimpulkan negara mengalami kerugian hingga Rp 578 miliar setelah menghitung menggunakan dua metode.

Keduanya adalah menghitung biaya kemahalan pembayaran pengadaan gula kristal putih (GKP) PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan perhitungan selisih bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) antara importasi gula kristal mentah (GKM) dengan gula kristal putih (GKP).

“Dalam hal ini kami meyakini telah nyata dan pasti terjadi,” tegas Chusnul.

Baca juga: Sidang Tom Lembong, Ahli Sebut Izin Impor Gula Tanpa Rakor adalah Penyimpangan

Menurutnya, kerugian itu bersifat nyata terjadi pada saat produk GKM diimpor.

Importir hanya membayar bea masuk Rp 550 per kilogram.

Adapun GKM itu diimpor dengan tujuan stabilisasi harga gula dan operasi pasar.

“GKM ini seharusnya tidak masuk, karena seharusnya persetujuan impor (PI) itu tidak keluar karena memang tidak ada rakortas (rapat koordinasi terbatas),” ujar Chusnul.


Auditor itu menyebut, seharusnya jika bertujuan untuk stabilisasi gula konsumsi, yang diimpor adalah GKP.

“Jadi sebenarnya pemerintah itu berhak menerima bea masuk senilai Rp 790 per kilo untuk tarif bea masuk atau di 10 persen, sehingga dalam hal ini sudah dibayarkan,” kata Chusnul.

Baca juga: Ahli Sarankan Jokowi Jadi Saksi, Tom Lembong: Keterangan Paling Menarik

Adapun dalam importasi GKM 2015-2016, BPKP menemukan selisih penerimaan negara jika dibandingkan dengan importasi GKP sebesar Rp 383.387.229.804,28.

“Maka ada kekurangan hak negara yang seharusnya diterima,” tutur Chusnul.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau