JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta bersama empat orang lainnya diduga menerima suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis onslag atau vonis lepas kepada tiga korporasi yang mendapatkan fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu (20/8/2025), Arif diduga menerima suap bersama Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan majelis hakim yang mengadili perkara, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Baca juga: Korporasi CPO Awalnya Minta Eksepsi Dikabulkan, Sebelum Suap Hakim Rp 40 M untuk Vonis Lepas
Tiga korporasi, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, awalnya menyediakan uang senilai Rp 20 miliar untuk membebaskan mereka dari kasus ini.
Namun, uang suap ini justru membengkak.
Pengacara korporasi, Ariyanto, sempat menyebutkan uang Rp 20 miliar ini kepada Arif Nuryanta.
Namun, Arif yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus menolak mentah-mentah.
“Gimana mungkin saya membagi dengan Majelis, kalau 3 juta dollar, saya oke,” ujar JPU, membacakan pernyataan Arif saat itu.
Ucapan ini disampaikan Arif ketika bertemu langsung dengan Ariyanto di sebuah rumah makan di Kelapa Gading, Jakarta Timur, pada 18 Juli 2024.
Saat itu, ia bersama dengan Wahyu Gunawan yang lebih dahulu kenal dengan Ariyanto.
Atas “harga” yang dipatok Arif, Ariyanto berjanji bakal menuruti.
Namun, dalam perjalanannya, pihak korporasi hanya menyetor uang senilai USD 2 juta atau setara Rp 32 miliar.
Uang ini diserahkan kepada para terdakwa sekitar bulan Oktober 2024.
Baca juga: Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Jadi “Jalan Masuk” Korporasi CPO untuk Suap Hakim
Meski sudah menerima uang suap, Arif Nuryanta sempat komplain kepada Wahyu Gunawan.
Arif menyebut, Ariyanto wanprestasi karena uang suapnya tidak sesuai permintaan.
Protes wanprestasi yang disampaikan Arif diteruskan Wahyu kepada Ariyanto.
“(Uang sudah diterima) Tapi, lu wanprestasi karena jumlahnya tidak sesuai,” kata Wahyu, kepada Ariyanto.
Meski wanprestasi, uang suap Rp 32 miliar ini tetap dibagi-bagi kepada para hakim.
Arif menerima Rp 12,4 miliar. Kemudian, Djuyamto mengambil Rp 7,8 miliar.
Sementara, Ali dan Agam masing-masing mendapat Rp 5,1 miliar. Lalu, Wahyu menerima Rp 1,6 miliar.