JAKARTA, KOMPAS.com - Tak sedikit pemilik mobil matik yang melakukan servis sesuai dengan anjuran yang ada pada buku manual. Padahal, kalau terlalu patuh pada jadwal di buku panduan, justru bisa jadi bumerang dan membuat transmisi otomatis malah cepat rusak.
Eddy Handoko Wijaya, pemilik bengkel spesialis transmisi otomatis Bos Matic mengatakan, salah satu penyebab paling umum rusaknya transmisi matik adalah kurangnya perawatan atau less maintenance dari pemilik mobil itu sendiri.
“Pertama, ada less maintenance dari pemiliknya. Perawatan yang sangat jarang sekali dia lakukan. Karena memang dia mengikuti manual book biasanya. Misalkan Toyota manual book-nya ganti oli setelah 60.000 kilometer (km). Dia akan mengikuti manual book-nya,” ujar Eddy, saat ditemui Kompas.com, di Tangerang, belum lama ini.
Menurut Eddy, jadwal tersebut sebenarnya terlalu lama apabila diterapkan di kondisi jalanan Indonesia. Sebab, manual book dibuat berdasarkan asumsi mobil digunakan di kondisi ideal jalan lancar, suhu stabil, dan mesin bekerja efisien.
“Padahal kalau dia mengikuti manual book-nya itu, itu melebihi dari yang seharusnya. Karena kita harus berhitung engine working hours, jam kerja mesin. Ketika mobil hidup atau stop and go, atau dipanasin, itu kan odometer tidak jalan. Sementara metik itu bekerja terus,” kata Eddy.
Artinya, ketika odometer menunjukkan jarak 60.000 km, sebenarnya jam kerja mesin bisa jauh lebih tinggi, bahkan setara dengan 100 ribu kilometer dalam kondisi nyata. Hal inilah yang sering membuat transmisi matik cepat jebol, padahal kilometer terlihat aman.
Eddy menyarankan, pemilik mobil sebaiknya tidak menunggu sampai 60.000 km untuk mengganti oli transmisi.
“Makanya maintenance-nya, ganti oli terutama itu kalau bisa kurang dari itu. Kurang dari 60.000 km. Misalkan 40.000 km sudah ganti saja. Tidak usah mengikuti manual book-nya,” kata dia.
Menurutnya, kondisi lalu lintas di Indonesia yang sering macet dan cuaca lembap membuat transmisi bekerja lebih berat daripada di negara asal pabrikan mobil. Itu sebabnya, perawatan harus dilakukan lebih sering agar sistem transmisi tetap sehat.
Selain oli, filter transmisi juga tidak boleh diabaikan. Komponen ini berfungsi menyaring kotoran dari oli agar tidak mengendap di dalam sistem.
“Yang kedua juga filter. Filter matiknya juga diperhatikan. Paling tidak 40.000 km atau 60.000 km maksimal harus sudah ganti. Kalau tidak diganti, mampet. Jebol juga nanti CVT-nya,” tambahnya.
Eddy menegaskan, kunci umur panjang transmisi otomatis terletak pada dua hal utama oli yang bersih dan filter yang terawat.
Selama keduanya dijaga dengan baik, sistem transmisi akan bekerja lebih halus, awet, dan terhindar dari kerusakan fatal yang biayanya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
https://otomotif.kompas.com/read/2025/10/31/084100615/faktor-yang-bikin-transmisi-matik-cepat-rusak