BLITAR, KOMPAS.com – Kepolisian Resor Blitar telah menyelesaikan penanganan hukum kasus bullying dan pengeroyokan yang menimpa seorang siswa baru berinisial WV (12) saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SMPN 3 Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Proses penanganan kasus ini dilakukan melalui jalur diversi, yaitu penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan pidana.
Meskipun demikian, 14 anak pelaku diharuskan menjalani rehabilitasi di Badan Pemasyarakatan (Bapas) selama satu bulan.
Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Momon Suwito Pratomo, menjelaskan bahwa pihaknya telah menetapkan 14 anak sebagai pelaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Baca juga: Mendikdasmen: Insiden Bullying di SMPN Doko Blitar Bukan Saat MPLS
"Dalam proses penyidikan, kita sudah menetapkan 14 anak saksi sebagai Anak (pelaku). Kalau dulu istilahnya ‘anak pelaku’ tapi sekarang istilahnya ‘Anak’ dengan ‘A’ besar," ujar Momon kepada Kompas.com melalui sambungan telepon pada Senin (28/7/2025) malam.
Momon menambahkan bahwa usia 14 anak pelaku berkisar antara 13 hingga 14 tahun.
Proses diversi berhasil dilaksanakan pada Kamis (24/7/2025), hanya dalam waktu empat hari setelah laporan diterima pada Minggu (20/7/2025).
Salah satu syarat diversi adalah adanya perdamaian antara pihak pelapor, yaitu keluarga korban, dan pihak terlapor.
"Pihak pelapor bersedia memaafkan para terlapor dan pihak terlapor juga telah meminta maaf secara langsung kepada korban dan keluarganya," ujar Momon.
Momon juga menegaskan bahwa dalam penyelesaian diversi terdapat klausul yang mewajibkan 14 anak pelaku menjalani rehabilitasi di Bapas selama satu bulan.
Baca juga: Polisi Lanjutkan Proses Hukum Kasus “Bullying” Siswa Baru SMP di Blitar, Periksa 20 Saksi
"Bapas akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial setempat dalam melakukan pembinaan yang dimaksud," tuturnya.
Lebih lanjut, Momon menyatakan bahwa jika proses diversi di tingkat kepolisian gagal, upaya untuk menempuh jalur diversi juga harus dilakukan di tahap penuntutan oleh pihak kejaksaan.
Jika diversi di tahap penuntutan gagal, majelis hakim yang mengadili akan meminta dilakukan upaya perdamaian agar diversi dapat dilaksanakan.
Sementara itu, Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman mengungkapkan bahwa terdapat tujuh poin kesepakatan tertulis dalam penyelesaian diversi kasus perundungan ini.
Selain menyatakan perdamaian antara kedua belah pihak, kesepakatan tersebut juga mencakup pendampingan untuk pemulihan psikologis korban melalui program ‘trauma healing’.