KOMPAS.com - Pemerintah kota Kyoto di Jepang berencana menaikkan pajak hotel dan akomodasi lainnya hingga maksimum 10.000 yen (sekitar Rp 1,03 juta) per orang per malam mulai tahun 2026.
Dilansir dari Kyodo News, Minggu (12/1/2025), kebijakan ini diambil sebagai upaya mengatasi masalah overtourism (wisatawan melebihi kapasitas) yang semakin parah.
Baca juga: Distrik Geisha di Kyoto Akan Ditutup untuk Wisatawan per April, Kenapa?
Menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, nominal tersebut akan menjadi yang tertinggi di antara kota-kota di Jepang yang menerapkan sistem pajak tetap.
Sebagai informasi, sejak tahun 2018, Kyoto sudah menerapkan sistem pajak penginapan bertingkat, dengan tarif 200 yen (sekitar Rp 20.672) hingga 1.000 yen (sekitar Rp 103.364) per malam tergantung biaya menginap per orang.
Dikutip dari Soranews24, Minggu (12/1/2025), saat ini tarif pajak akomodasi di Kyoto terbagi menjadi tiga tingkatan.
Jika tarif kamar di bawah 20.000 yen (sekitar Rp 2,06 juta) per malam, tiap orang akan dikenakan pajak 200 yen per malam.
Sementara itu, jika tarif kamar antara 20.000 yen sampai 49.999 yen (sekitar Rp 5,16 juta) per malam, pajaknya naik menjadi 500 yen (sekitar Rp 51.682).
Kemudian jika tarif kamar seharga 50.000 yen (sekitar Rp 5,16 juta) atau lebih, pajaknya mencapai 1.000 yen.
Baca juga:
Di bawah sistem baru, tarif pajak akan dibagi menjadi lima tingkatan, dengan jumlah maksimum mencapai 10.000 yen per malam untuk akomodasi yang tarifnya mencapai 100.000 yen (sekitar Rp 10,33 juta) atau lebih per orang per malam.
Kendati demikian, pajak minimum sebesar 200 yen akan tetap dipertahankan, tapi batasannya akan dipersempit dari akomodasi bertarif 20.000 yen menjadi akomodasi bertarif di bawah 6.000 yen (sekitar Rp 620.185) per malam.
Baca juga: Museum Nintendo di Kyoto Jepang Akan Dibuka Oktober 2024
Dengan kenaikan pajak ini, Pemerintah Kota Kyoto menargetkan peningkatan pendapatan dari pajak penginapan menjadi lebih dari 10 miliar yen.
Kenaikan pajak ini dilakukan akibat lonjakan jumlah wisatawan, terutama wisatawan asing, yang menyebabkan berbagai masalah bagi penduduk lokal.
Wali Kota Kyoto, Koji Matsui menyampaikan, kebijakan ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pariwisata dan kehidupan warga setempat.
Baca juga:
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di siniView this post on Instagram