Hasilnya menunjukkan bahwa liburan sekolah memberikan peningkatan okupansi hotel hingga 60 persen dan lonjakan kunjungan destinasi sebesar 73,1 persen, disertai dengan peningkatan pendapatan hotel dan destinasi masing-masing hingga 40 persen dan 80,7 persen.
Dari sisi sosial, momen libur sekolah menjadi ajang rekreasi sekaligus penguatan relasi keluarga. Tercermin dari 58,9 persen wisatawan yang berwisata bersama keluarga dan 99,3 persen yang merasa puas atau sangat puas dengan pengalaman wisatanya.
"Kajian ini menyampaikan rekomendasi kebijakan yang bersifat jangka pendek hingga menengah, antara lain penguatan promosi berbasis kalender libur nasional, manajemen kapasitas destinasi, peningkatan kualitas layanan pada saat high season. Serta perlunya sinergi lintas sektor dalam perencanaan dan pengelolaan momentum libur nasional," ujar Dewi.
Dewi berharap hasil kajian ini dapat digunakan sebagai dasar perumusan intervensi kebijakan yang efektif dan tepat guna dalam memberikan manfaat nyata bagi kemajuan pariwisata Indonesia.
"Rekomendasi utama dari penelitian ini menyoroti pentingnya peran aktif pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan pariwisata sebagai sektor strategis dengan multiplier effect bagi sektor lain seperti UMKM, transportasi, dan kuliner. Dengan pendekatan yang terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan, momen libur nasional tidak hanya menjadi momentum wisata tahunan, tetapi juga instrumen penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan memperkuat ekosistem pariwisata nasional," kata Dewi.
Kajian Kebijakan Bidang Kepariwisataan Volume 1 Nomor 2 Tahun 2025 dengan judul "Dampak Libur Nasional terhadap Sektor Pariwisata" dapat diunduh di laman publikasi situs web resmi Kemenpar www.kemenpar.go.id.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini