Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran Ragu Israel Patuh terhadap Gencatan Senjata

Kompas.com - 29/06/2025, 21:27 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber AFP

TEHERAN, KOMPAS.com – Pemerintah Iran menyatakan keraguan bahwa Israel akan mematuhi gencatan senjata yang mengakhiri konflik bersenjata selama 12 hari antara kedua negara pada pekan ini.

Ketegangan berskala besar antara Iran dan Israel (perang Iran-Israel) pecah pada 13 Juni 2025, setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara ke wilayah Iran.

Serangan tersebut menewaskan sejumlah tokoh penting, termasuk komandan militer dan ilmuwan senior yang terkait dengan program nuklir Iran.

Baca juga: 3 Pria Iran Dieksekusi karena Diduga Bekerja untuk Israel

Israel berdalih, serangan tersebut bertujuan mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Namun, Teheran secara konsisten membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa pengembangan nuklirnya murni untuk kepentingan sipil, termasuk pembangkit energi.

Konflik ini turut menggagalkan proses negosiasi nuklir antara Iran dan Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu utama Israel.

"Kami bukan pihak yang memulai perang, tetapi kami merespons agresi tersebut dengan seluruh kekuatan kami," kata Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, seperti dikutip televisi pemerintah, Minggu (29/6/2025).

Ia menambahkan bahwa Iran meragukan komitmen Israel terhadap kesepakatan gencatan senjata.

"Kami memiliki keraguan serius atas kepatuhan musuh terhadap komitmennya, termasuk gencatan senjata. Kami siap memberikan respons tegas jika diserang kembali," ujar Mousavi, enam hari setelah gencatan senjata diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, sebagaimana diberitakan AFP.

Baca juga: Pilot F-16 Ukraina Tewas Saat Tangkis Serangan Udara Rusia

Iran tuntut PBB tetapkan Israel-AS, pihak bertanggung jawab

Dalam surat resmi yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Menlu Iran Abbas Araghchi meminta Dewan Keamanan untuk menyatakan Israel dan Amerika Serikat sebagai pihak yang memulai agresi militer bulan ini.

"Kami secara resmi meminta Dewan Keamanan untuk mengakui rezim Israel dan Amerika Serikat sebagai pemrakarsa tindakan agresi, dan meminta mereka bertanggung jawab, termasuk atas pembayaran kompensasi dan ganti rugi," tulis Araghchi.

Selama konflik berlangsung, Amerika Serikat bergabung dengan Israel dan melakukan serangan terhadap tiga fasilitas utama yang digunakan dalam program nuklir Iran.

Presiden Trump sebelumnya telah mengancam akan melancarkan serangan tambahan jika Iran melanjutkan pengayaan uranium hingga tingkat yang memungkinkan produksi senjata nuklir.

Menurut data Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran sempat memperkaya uranium hingga 60 persen pada 2021. Angka tersebut jauh melebihi batas 3,67 persen yang ditetapkan dalam perjanjian nuklir 2015, yang kemudian ditinggalkan secara sepihak oleh AS pada 2018.

Untuk dapat digunakan sebagai bahan senjata nuklir, uranium perlu diperkaya hingga 90 persen.

Sementara itu, Israel tetap mempertahankan sikap ambigu mengenai kepemilikan senjata nuklir. Meski tidak pernah mengakui secara resmi, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm memperkirakan Israel memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir.

Baca juga: Kenalan Sekolah 50 Tahun Lalu, Pasangan Ini Menikah di Usia 77 dan 81

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau