Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Afsel Umpankan 2 Wanita ke Babi demi Hilangkan Bukti Pembunuhan

Kompas.com - 05/08/2025, 12:11 WIB
Inas Rifqia Lainufar

Penulis

Sumber BBC

POLOKWANE, KOMPAS.com – Seorang petani kulit putih Afrika Selatan didakwa membunuh dua perempuan kulit hitam dan melemparkan jenazah mereka ke kendang babi pada Senin (4/8/2025).

Adrian de Wet (20), pekerja pertanian sekaligus salah satu dari tiga terdakwa, mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Limpopo bahwa ia dipaksa untuk membuang jasad kedua korban ke kandang babi, guna menghilangkan bukti kejahatan.

Jika pengadilan menerima kesaksian De Wet tersebut, seluruh dakwaan terhadapnya akan dicabut.

Baca juga: 59 Pengungsi Kulit Putih “Afrikaner” Tiba di AS, Disambut Hangat Pejabat Imigrasi 

"De Wet akan bersaksi bahwa dia berada di bawah tekanan saat diperintahkan untuk membuang tubuh kedua korban ke kandang babi," kata pengacaranya.

Dilansir dari BBC, kasus ini bermula pada tahun lalu, ketika dua perempuan, Maria Makgato (45) dan Lucia Ndlovu (34), dilaporkan tewas saat mereka tengah mencari sisa makanan di sebuah peternakan di dekat kota Polokwane, Provinsi Limpopo.

Keduanya disebut mencari produk susu yang hampir kedaluwarsa yang biasa dibuang untuk pakan babi, sebelum akhirnya diduga ditembak mati oleh pemilik peternakan, Zachariah Johannes Olivier (60), dan dibuang ke kendang babi oleh De Wet.

Selain De Wet dan Olivier, seorang pekerja lain bernama William Musora (50), warga Zimbabwe, turut menjadi terdakwa.

Ketiganya menghadapi dakwaan pembunuhan, percobaan pembunuhan, kepemilikan senjata api ilegal, serta upaya menghalangi keadilan.

Musora juga menghadapi dakwaan tambahan berdasarkan Undang-Undang Imigrasi karena statusnya sebagai imigran ilegal.

Suami dari salah satu korban, yang turut berada di lokasi saat kejadian, juga dilaporkan menjadi sasaran tembakan. Namun, ia berhasil melarikan diri dan kini menjadi saksi kunci dalam persidangan.

Baca juga: Trump Akan Tampung Pengungsi Kulit Putih dari Afsel di Tengah Deportasi Massal AS

Ketegangan di pengadilan

Pengadilan dipenuhi oleh kerabat korban dan pendukung dari partai oposisi Economic Freedom Fighters (EFF), yang telah lama menuntut agar peternakan tersebut ditutup.

Istri terdakwa Olivier juga terlihat hadir di ruang sidang dan menangis di barisan depan.

Kasus ini menimbulkan kemarahan nasional, dengan banyak pihak mengecam kekerasan berbasis ras dan ketimpangan kepemilikan lahan di Afrika Selatan.

Diketahui, meskipun sistem apartheid secara resmi telah berakhir lebih dari 30 tahun lalu, sebagian besar tanah pertanian masih dikuasai oleh minoritas kulit putih, sementara sebagian besar buruh tani adalah warga kulit hitam dengan upah rendah.

Situasi ini menjadi bahan bakar bagi ketegangan rasial yang belum juga mereda, terutama di wilayah pedesaan seperti Limpopo.

Baca juga: Trump Tuduh Afsel Lakukan Genosida, tapi Salah Gunakan Bukti

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau