WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump telah memberikan status pengungsi kepada 54 Afrikaner atau warga Afrika Selatan berkulit putih keturunan Belanda.
Mereka dijadwalkan tiba di AS pada Senin (12/5/2025), dengan penerbangan yang diatur secara khusus menuju Bandara Dulles, dekat Washington DC, menurut tiga sumber dari pemerintah yang identitasnya dirahasiakan.
Kelompok ini menjadi rombongan Afrikaner pertama yang diterima sebagai pengungsi oleh AS sejak Trump menandatangani perintah eksekutif, yang membuka kemungkinan pemukiman kembali bagi kelompok ini.
Baca juga: Gunakan Hukum Musuh Asing 1798 untuk Deportasi Imigran, Trump Dikecam Hakim
Perintah eksekutif yang ditandatangani pada 7 Februari 2025 itu menyatakan bahwa AS harus mengambil langkah-langkah yang memungkinkan bantuan kemanusiaan dan pemukiman kembali bagi Afrikaner yang "menjadi korban diskriminasi rasial yang tidak adil."
Langkah ini menuai kritik keras, terutama dari pemerintah Afrika Selatan, yang menilai keputusan tersebut "ironis", karena kelompok Afrikaner selama ini masih termasuk di antara kelompok paling memiliki hak istimewa, termasuk dalam hak ekonomi.
Proses penampungan para pengungsi ini disebut berlangsung dengan sangat cepat dan tidak biasa, menurut laporan NPR.
Bahkan, pejabat tinggi dari Departemen Luar Negeri dan Keamanan Dalam Negeri dikabarkan akan hadir langsung di bandara untuk menyambut kedatangan mereka—hal yang jarang terjadi dalam proses penerimaan pengungsi.
Para pengungsi ini akan disebar ke beberapa negara bagian di AS, termasuk Colorado, Massachusetts, Michigan, Minnesota, Washington, West Virginia, California, Idaho, Montana, North Carolina, Nevada, dan New York. Beberapa dari mereka ada yang telah memiliki keluarga di AS.
Mereka menerima status pengungsi P1, yaitu status yang diberikan kepada individu dengan kebutuhan mendesak.
Dengan status ini, mereka berhak atas tunjangan pemerintah dan jalur menuju kewarganegaraan AS.
Baca juga: AS Akan Bayari Tiket Pesawat dan Beri Dana untuk Deportasi Migran Ilegal
Langkah ini dikaitkan erat dengan sikap Trump, yang vokal membela Afrikaner dalam beberapa tahun terakhir, khususnya para petani kulit putih yang menurutnya mengalami kekerasan dan ketidakadilan.
Trump bahkan menuduh pemerintah Afrika Selatan melakukan hal-hal mengerikan termasuk penyitaan tanah.
Dalam pernyataan resmi sebelumnya, pemerintah Afrika Selatan menegaskan bahwa kebijakan reformasi agraria yang baru disahkan tidak serta-merta berarti perampasan tanah, melainkan ditujukan untuk pemerataan akses tanah secara adil.
Selain Trump, nama-nama seperti Elon Musk dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga menyuarakan dukungan terhadap kelompok Afrikaner.
Namun, pernyataan Trump dan kebijakannya ini kontras dengan tindakannya terhadap pengungsi dari negara-negara lain, yang justru dideportasi atau ditolak masuk AS dengan alasan keterbatasan sumber daya dan keamanan nasional.