Pendekatan serupa juga diusung oleh Yonatan Zeigen, putra aktivis perdamaian Vivian Silver yang tewas dalam serangan Hamas di Kibbutz Beeri.
“Saya harus menemani ibu saya sampai ajalnya melalui telepon,” kata Zeigen.
Dari pengalaman traumatis itu, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan masa depan berbeda bagi kedua bangsa. “Satu-satunya masa depan yang berkelanjutan dan layak di sini adalah kedua bangsa yang berbagi tanah,” ujarnya.
“Pembebasan Palestina dan keamanan Israel bergantung pada hak asasi rakyat Palestina. Itu hak dasar, bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan atau ditunda sesuai kepentingan Israel,” tegasnya.
Namun, jalan menuju solusi dua negara tidak mudah. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali menegaskan penolakannya terhadap negara Palestina.
Sementara kubu sayap kanan di pemerintahan justru mendorong perluasan permukiman di Tepi Barat untuk menutup peluang berdirinya negara tersebut.
Meski demikian, para aktivis tetap optimistis.
Baca juga: Macron: Pengakuan Negara Palestina Bisa Isolasi Hamas
“Perancis dan Jerman, belum lama ini mereka tidak dapat membayangkan diri mereka menjadi bagian dari sebuah konfederasi. Saya pikir perdamaian sama realistisnya dengan perang,” kata Zeigen.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang