SETELAH film Jumbo sukses meraih 10 juta penonton dan memecah rekor industri animasi Tanah Air, kini jenama Sore: Istri dari Masa Depan (2025) ikut menjadi film dalam negeri yang sukses menarik minat masyarakat kembali ke bioskop.
Dalam 17 hari setelah tayang sejak 10 Juli lalu, film Sore: Istri dari Masa Depan telah menorehkan lebih dari 2 juta penonton.
Strategi pemasaran yang berbasis viralitas berhasil membuat karya rumah produksi Cerita Films tersebut masuk ke daftar 10 film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Namun, keberhasilan film tersebut bukan hanya soal cerita romansa berbalut fiksi ilmiah yang temanya jarang muncul pada sinema dalam negeri.
Kesuksesan film Sore: Istri dari Masa Depan juga menunjukkan keberhasilan kualitas yang menaruh optimisme pada industri kreatif perfilman Tanah Air, sebuah pujian yang juga disampaikan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar.
Film Sore: Istri dari Masa Depan menunjukkan bahwa industri layar mempunyai potensi besar untuk mendukung perkembangan ekonomi kreatif dalam negeri.
Di tengah meningkatnya jumlah penonton bioskop di Tanah Air, banyak dari potensi ekonomi dari perfilman belum sepenuhnya digarap.
Baca juga: Jumbo dan Masa Depan Animasi Indonesia
Padahal, di banyak negara yang telah berhasil mengembangkan industri film hingga menembus pasar internasional, segmen hiburan layar (motion picture) terbukti berkontribusi signifikan pada perekonomian.
Industri Hollywood, misalnya, menyumbang lebih dari 1 persen lapangan kerja di Amerika Serikat (AS) dari berbagai keahlian dan lini usaha. Kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) bahkan melebihi industri tekstil dan perusahaan milik pemerintah.
Di India juga demikian. Ada 2,64 juta penduduk yang bekerja di industri Bollywood. Angkanya belum termasuk kontribusi dari industri pariwisata India yang turut terdampak positif berkat sorotan film.
Sumbangan industri film pada PDB India bahkan melebihi 3 persen atau sekitar Rp 2.366 triliun.
Di Indonesia, sayangnya skala dampak industri perfilman terhadap perekonomian masih sangat terbatas. Pada 2022, sumbangan industri film pada PDB nasional diperkirakan hanya sebesar Rp 81 triliun atau 0,4 persen saja.
Meski demikian, industri film Tanah Air kini menunjukkan tren perkembangan, baik dari segi kuantitas penonton maupun kualitas karya yang dihasilkan.
Sepanjang 2024, jumlah penonton film nasional diproyeksikan menembus 70 juta penonton, naik signifikan dari 55 juta di 2023. Jumlah tersebut menjadi yang terbanyak sejak film pertama kali tayang di Indonesia hampir seabad lalu pada 1926 (Harian Kompas, 5/11/2024).
Dari segi kualitas, industri film lokal juga mencetak berbagai pencapaian. Salah satunya pada film Jumbo yang tayang perdana pada Maret 2025 lalu.
Selama ini, film animasi lokal kurang diminati oleh masyarakat. Jumlah penontonnya tidak pernah melebihi angka 1 juta penonton. Namun, film Jumbo justru mengubah stigma tersebut.
Tayang di 17 negara dengan pendapatan melebihi Rp 300 miliar, film debut sutradara Ryan Adriandhy tersebut bukan hanya sukses menjadi film animasi lokal pertama yang menggaet lebih dari 1 juta penonton, namun juga menjadi film animasi terlaris di Asia Tenggara (Kompas.id, 10/6/2025).
Jika tren saat ini terus berlanjut ke depan, industri film Tanah Air sangat mungkin memperluas skala pasar dan nilai ekonominya. Dampak positifnya juga akan ikut dirasakan pada berbagai segmen ekonomi kreatif lainnya.
Industri pariwisata yang erat kaitannya pada ekonomi kreatif akan sangat terdampak positif dari tumbuhnya minat masyarakat pada film Indonesia.
Baca juga: Menyingkap Pesona Magis Film Horor dan Potensi Industri Perfilman Indonesia