KOMPAS.com - Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Pakubuwono XIII, meninggal dunia pada Minggu (2/11/2025) setelah menjalani perawatan di RS Indriati Sukoharjo.
Kabar duka ini menjadi kehilangan besar bagi kerabat Keraton, masyarakat Surakarta, dan dunia kebudayaan Jawa.
Rencananya, jenazah almarhum akan dimakamkan di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, Yogyakarta, yang menjadi tempat peristirahatan sejak para raja terdahulu.
Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, sempat mengungkapkan bahwa prosesi pemakaman awalnya direncanakan berlangsung pada Selasa Kliwon (4/11/2025).
Baca juga: Profil Pakubuwono XIII, Kisah Hidupnya Sebagai Raja Keraton Surakarta hingga Sosok Penggantinya
“Sedang dibicarakan pagi ini. Kemungkinan besar di Hari Selasa. Selasa besok kebetulan Selasa Kliwon. Kemungkinan besar di atas jam 13.00,” jelasnya.
Namun, rencana tersebut kemudian berubah. Prosesi pemakaman Susuhunan Pakubuwono XIII kemudian akan digelar pada Rabu Legi (5/11/2025).
Baca juga: Daftar Raja Keraton Surakarta yang Dimakamkan di Imogiri, di Mana Lokasi Makam Pakubuwono XIII?
Dilansir dari Tribun Jateng, pegiat sejarah dan budaya Jawa, R. Surojo, menjelaskan bahwa pemilihan hari pemakaman Sinuhun Pakubuwono XIII ini tidak dilakukan secara sembarangan.
Menurutnya, Selasa Kliwon dianggap hari yang tidak baik untuk melaksanakan prosesi pemakaman berdasarkan kepercayaan masyarakat Jawa.
“Kalau orang Jawa, ora ilok (tidak baik) memakamkan pada Selasa Kliwon,” ujar Surojo kepada TribunSolo.com, Minggu (2/11/2025).
Ia memaparkan bahwa dalam kepercayaan Jawa, Selasa Kliwon kerap dikaitkan dengan turunnya energi besar dari alam gaib.
“Makanya, untuk acara seperti pemakaman, orang tua dulu menghindari Selasa Kliwon,” katanya.
Sebaliknya, hari Rabu Legi yang dipilih untuk pemakaman dianggap membawa makna positif.
“Rabu itu pasaran Legi, artinya manis. Jadi kalau dikebumikan hari itu, harapannya mendapat manisnya kubur, kubur yang tenteram, damai, dan baik bagi arwahnya,” jelas Surojo.
Menurutnya, perhitungan hari dan pasaran dalam budaya Jawa memiliki makna filosofis mendalam.
“Apalagi untuk raja, setiap hari dan pasaran diperhitungkan betul agar selaras dengan tatanan Jawa,” pungkasnya.