Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan dari Mana Asal Medan Magnet Matahari

Kompas.com - 31/05/2024, 19:16 WIB
Annisa Fakhira Mulya Wahyudi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan mungkin telah mengambil satu langkah lebih dekat untuk memecahkan teka-teki berusia berabad-abad tentang medan magnet Matahari.

Medan magnet Matahari yang kuat bertanggung jawab atas bintik matahari yang memuntahkan jilatan api dan lontaran massa koronal. Namun, para ilmuwan tata surya bingung mengenai seberapa dalam jangkauan medan magnet tersebut dari dalam Matahari.

Baca juga: Studi Ungkap Hal yang Terjadi saat Matahari Mati

Asal medan magnet Matahari

Menurut studi baru di jurnal Nature, medan magnet mungkin berasal dari kedalaman 20.000 mil di bawah permukaan Matahari, jauh lebih dekat dari permukaan dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.

“Penelitian kami mengajukan hipotesis baru tentang bagaimana Matahari menghasilkan medan magnetnya. Kami yakin medan magnet Matahari dihasilkan di dekat permukaannya, berbeda dengan model sebelumnya yang berasumsi bahwa medan magnet tersebut dihasilkan jauh di dalam inti Matahari,” menurut Daniel Lecoanet, asisten profesor ilmu teknik dan matematika terapan di Sekolah Teknik McCormick Northwestern.

Pemahaman yang lebih baik mengenai medan magnet Matahari dapat membantu ilmuwan dalam membuat prediksi mengenai badai Matahari.

Medan magnet Matahari dihasilkan oleh proses yang dikenal sebagai dinamo Matahari.

Terjadi di sepertiga zona terluar Matahari yang membentang sekitar 200.000 km dikenal sebagai zona konveksi, dan terdiri dari plasma panas yang naik, mendingin, dan kemudian tenggelam dalam siklus berkelanjutan yang berperan penting dalam menghasilkan medan magnet Matahari.

Medan magnet awalnya dianggap berasal jauh di dalam bintang, tetapi hal ini mengakibatkan fitur Matahari tertentu tidak terlihat, seperti medan magnet yang kuat di lintang tinggi Bumi dan bagaimana bintik matahari mengikuti siklus magnet Matahari.

Baca juga: Mengapa Luar Angkasa Tetap Dingin walau Lebih Dekat dengan Matahari

Jika plasma yang menyusun Matahari benar-benar diam, medan magnet Matahari akan meluruh seiring berjalannya waktu, dan tidak akan ada bintik matahari (daerah dengan medan magnet kuat) atau aktivitas matahari lainnya.

Namun, plasma Matahari bergerak, dan gerakan itu mampu meregenerasi dan mempertahankan medan magnet Matahari. Ini yang disebut dengan efek dinamo, dan harus terjadi, jika tidak, tidak akan ada bintik matahari. Rincian efek dinamo ini masih luput dari perhatian para ilmuwan selama satu abad.

Langkah penemuan medan magnet Matahari

Dalam studi barunya, para peneliti menjelaskan bagaimana tim memodelkan medan magnet Matahari menggunakan simulasi angka baru, yang memperhitungkan siklus khusus gas dan plasma yang mengalir di dalam Matahari yang bervariasi menurut garis lintang.

Pekerjaan baru tersebut menunjukkan bahwa medan magnet Matahari dihasilkan oleh angin yang terletak sekitar 1 hingga 5 persen dari Matahari, yang setara dengan sekitar 20.000 mil di bawah permukaan.

Angin di Matahari semakin dalam akan semakin kuat hingga mencapai kedalaman sekitar 5 persen. Di permukaan angin Matahari kecepatannya 200 hingga 300 km per detik, sedangkan di dalam Matahari kecepatannya mencapai 1.000 km per detik.

Baca juga: Matahari Ternyata Mengeluarkan Suara

Perbedaan kecepatan angin di permukaan dan di dalam Matahari dapat memperkuat medan magnet melalui proses yang dikenal sebagai ‘ketidakstabilan magnetorotational.'

Proses ini terkenal dalam astrofisika sebagai cara untuk menjelaskan perilaku plasma yang mengorbit lubang hitam, tetapi belum dianggap penting di Matahari hingga penelitian ini berhasil, kata Lecoanet.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau