KOMPAS.com - Sebuah video pendek yang menampilkan fenomena langit memerah di siang hari sempat menghebohkan media sosial. Video yang diklaim terjadi di Aceh ini memicu beragam spekulasi, bahkan muncul narasi bahwa “matahari jatuh” ke bumi.
Narasi ini sontak membuat masyarakat bingung. Untuk meluruskan, Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof. Husin Alatas, memberikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena tersebut.
Menurut Prof. Husin, warna biru di langit cerah terjadi karena hamburan cahaya oleh molekul udara di atmosfer.
“Cahaya putih matahari terdiri atas berbagai panjang gelombang. Ketika bertemu molekul udara yang sangat kecil dibanding panjang gelombangnya, terjadi hamburan Rayleigh. Dalam proses ini, cahaya biru yang panjang gelombangnya lebih pendek akan lebih banyak terhambur dibanding merah,” jelasnya.
Itulah alasan langit tampak biru pada siang hari. Sebaliknya, saat matahari terbit atau tenggelam, posisi matahari yang rendah membuat cahaya biru lebih banyak tersaring, sehingga warna merah dan jingga lebih dominan.
Baca juga: Misteri Partikel Tercepat Matahari Akhirnya Terpecahkan
Selain hamburan Rayleigh, ada pula hamburan Mie. Fenomena ini terjadi jika partikel penghalang cahaya berukuran lebih besar, misalnya aerosol, debu, atau droplet air.
“Hamburan Mie menyebabkan cahaya terhambur merata untuk semua panjang gelombang. Karena itulah awan terlihat putih, meskipun langit berwarna biru,” ujar Prof. Husin.
Dalam kasus video viral langit merah itu, kemungkinan besar atmosfer saat itu mengandung konsentrasi tinggi aerosol atau debu halus. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari polusi, asap kebakaran hutan, hingga debu vulkanik.
“Partikel-partikel ini dapat menyerap cahaya biru dan ungu, sementara cahaya merah dan jingga lebih banyak dipantulkan. Kombinasi penyerapan selektif dan hamburan Mie membuat langit tampak merah meskipun matahari masih tinggi,” terang Prof. Husin.
Baca juga: Kenapa Kadang Ada Kilatan Cahaya Hijau Sebelum Matahari Terbenam?
Mengenai klaim “matahari jatuh” yang ramai dibicarakan, Prof. Husin menegaskan hal itu mustahil secara ilmiah.
“Matahari adalah bintang dengan volume 1,3 juta kali Bumi dan radius 110 kali radius Bumi. Jaraknya sekitar 150 juta kilometer dari Bumi. Jadi, mustahil matahari jatuh ke Bumi,” tegasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini