Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Partikel Tercepat Matahari Akhirnya Terpecahkan

Kompas.com - 03/09/2025, 21:25 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Matahari ternyata bukan hanya sumber cahaya dan panas bagi Bumi, tetapi juga berfungsi sebagai “mesin akselerator partikel” raksasa. Ia melontarkan aliran elektron berkecepatan tinggi yang bisa mendekati kecepatan cahaya. Fenomena ini sudah lama menjadi misteri bagi para ilmuwan: bagaimana sebenarnya partikel-partikel ini terbentuk dan melesat ke luar angkasa?

Berkat wahana antariksa Solar Orbiter milik Badan Antariksa Eropa (ESA), misteri tersebut kini mulai terjawab. Para peneliti berhasil menelusuri asal-usul elektron berenergi tinggi ini, dan menemukan bahwa ada dua jenis peristiwa berbeda yang memicu pelepasannya: ledakan singkat akibat solar flare dan lontaran besar plasma panas dari atmosfer Matahari yang dikenal sebagai coronal mass ejections (CME).

Baca juga: Mengapa Matahari Kita Lebih Tenang dari Bintang Lain?

Akselerator Partikel Raksasa di Angkasa

Alexander Warmuth, peneliti dari Leibniz Institute for Astrophysics Potsdam (AIP), Jerman, menjelaskan: “Kami melihat perbedaan yang jelas antara peristiwa impulsif, di mana elektron energik ini melesat dari permukaan Matahari akibat solar flare, dan peristiwa gradual yang terkait dengan CME, di mana elektron dilepaskan secara lebih luas dan berlangsung lebih lama.”

Dengan kata lain, Matahari punya dua “gaya” dalam melontarkan partikel: ledakan cepat dan tajam atau gelombang panjang yang lebih masif.

Baca juga: Mulut Raksasa di Matahari Terbuka Menganga, Mengarah ke Bumi

ESA & NASA/Solar Orbiter/STIX & EPD Solar Orbiter mengamati lebih dari 300 semburan 'Elektron Energi Matahari' antara November 2020 dan Desember 2022. Untuk pertama kalinya, kita melihat dengan jelas hubungan antara elektron energi di l

Solar Orbiter Membuka Tabir

Sebenarnya, ilmuwan sudah lama menduga adanya dua kategori partikel ini. Namun, hanya Solar Orbiter yang mampu mengonfirmasi secara detail. Wahana ini terbang lebih dekat ke Matahari dibanding misi sebelumnya, sehingga dapat menangkap ratusan peristiwa dalam kondisi awal yang masih “murni”.

“Dengan mengamati ratusan kejadian pada jarak berbeda dari Matahari menggunakan banyak instrumen, kami bisa menentukan dengan tepat kapan dan di mana partikel itu mulai dilepaskan,” tambah Warmuth.

Hasilnya, penelitian ini menjadi studi paling komprehensif tentang Solar Energetic Electrons (SEE) hingga saat ini, dengan lebih dari 300 kejadian yang diamati antara November 2020 hingga Desember 2022.

Baca juga: Matahari Meletup Lagi! Semburan Surya Terkuat Tahun Ini Menuju Bumi

Mengapa Ada Jeda Waktu?

Salah satu misteri yang berhasil dijawab adalah mengapa elektron sering terlambat terdeteksi setelah terjadi flare atau CME.

Menurut Laura Rodríguez-García, peneliti ESA, “Keterlambatan itu sebagian disebabkan oleh cara elektron bergerak di ruang angkasa. Mereka mengalami turbulensi, tersebar ke berbagai arah, sehingga kita tidak langsung melihatnya.”

Artinya, bukan hanya soal kapan elektron dilepaskan dari Matahari, tetapi juga bagaimana perjalanan mereka dipengaruhi oleh angin matahari dan medan magnet yang memenuhi ruang antarplanet.

Baca juga: Apa Hubungan Sinar Matahari dan Depresi?

Material muncul dari tepi Matahari, seperti yang terlihat dalam cahaya ultraviolet ekstrem oleh Observatorium Dinamika Surya NASA.NASA/SDO Material muncul dari tepi Matahari, seperti yang terlihat dalam cahaya ultraviolet ekstrem oleh Observatorium Dinamika Surya NASA.

Penting untuk Ramalan Cuaca Antariksa

Mengapa penemuan ini penting bagi kita di Bumi? Jawabannya terkait dengan cuaca antariksa. Ledakan elektron akibat CME membawa partikel berenergi tinggi dalam jumlah besar yang dapat merusak satelit, mengganggu komunikasi, bahkan membahayakan astronot.

Daniel Müller, Project Scientist Solar Orbiter di ESA, menekankan: “Pengetahuan ini membantu kita membedakan jenis elektron yang dipancarkan Matahari, sehingga dapat meningkatkan kemampuan meramalkan cuaca antariksa dan melindungi satelit maupun misi luar angkasa.”

Baca juga: Solar Orbiter Ungkap Wajah Matahari dengan Detail yang Belum Pernah Ada

Misi Selanjutnya: Vigil dan Smile

Ke depan, ESA sudah menyiapkan dua misi besar.

  • Vigil (2031) akan mengamati sisi Matahari yang belum pernah dipantau sebelumnya, sehingga bisa mendeteksi badai matahari sebelum mengarah ke Bumi.
  • Smile (2026) akan meneliti bagaimana Bumi bertahan menghadapi angin matahari dan badai partikel, dengan fokus pada interaksi partikel dengan medan magnet pelindung planet kita.

Penelitian ini menandai langkah penting dalam memahami bagaimana Matahari bekerja sebagai akselerator partikel alam semesta. Dengan katalog data yang terus berkembang, para ilmuwan kini memiliki peta yang lebih jelas tentang dari mana partikel energik berasal, bagaimana mereka bergerak, dan dampaknya terhadap Bumi.

Bagi kehidupan modern yang sangat bergantung pada satelit dan teknologi ruang angkasa, pengetahuan ini bukan sekadar sains murni—melainkan juga perlindungan vital bagi masa depan.

Baca juga: Ilmuwan Temukan dari Mana Asal Medan Magnet Matahari

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau