Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mulut Raksasa" di Matahari Terbuka Menganga, Mengarah ke Bumi

Kompas.com - 05/06/2025, 19:02 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Fenomena luar biasa tengah terjadi di permukaan Matahari: sebuah lubang raksasa menyerupai mulut yang menganga selebar lima planet Jupiter kini menghembuskan "napas panas" Matahari ke arah Bumi. Meski terlihat mencemaskan, para ilmuwan memastikan ini adalah peristiwa alami yang sering terjadi, dan dampaknya terhadap Bumi kemungkinan akan minimal.

Apa Itu Lubang Korona (Coronal Hole)?

Lubang yang tampak seperti mulut itu bukanlah lubang sungguhan, melainkan coronal hole — sebuah wilayah di korona Matahari di mana garis medan magnet terbuka. Hal ini memungkinkan partikel angin matahari (solar wind) keluar lebih mudah dan cepat, menyemburkan aliran plasma ke seluruh Tata Surya.

Dalam spektrum cahaya biasa, kita tak akan bisa melihat peristiwa ini (dan tentu saja, jangan melihat Matahari langsung tanpa peralatan khusus). Namun, dalam cahaya ultraviolet, lubang korona ini tampak seperti area gelap yang kosong karena suhunya lebih rendah dan plasma-nya lebih jarang dibandingkan sekitarnya.

Baca juga: Matahari Meletup Lagi! Semburan Surya Terkuat Tahun Ini Menuju Bumi

Wajah "Teriakan" di Langit

Yang membuat fenomena kali ini menjadi sorotan adalah bentuk lubang-lubang korona di permukaan Matahari yang membentuk konfigurasi menyerupai wajah berteriak. Di belahan selatan Matahari, tampak lubang besar menyerupai mulut menganga, sementara di bagian utara terdapat dua "mata" yang juga merupakan lubang korona, masing-masing seukuran planet Jupiter.

Ketiga bagian tersebut saat ini aktif menyemburkan partikel dan plasma ke arah luar, menyapu ruang angkasa dan menuju planet-planet di Tata Surya, termasuk Bumi.

Baca juga: Apakah Aktivitas Matahari Sudah Melewati Titik Puncaknya?

Matahari sebagaimana terlihat pada tanggal 4 Juni dalam tiga panjang gelombang ultraviolet yaitu 171, 193, dan 211 Ångstrom. NASA SDO Matahari sebagaimana terlihat pada tanggal 4 Juni dalam tiga panjang gelombang ultraviolet yaitu 171, 193, dan 211 Ångstrom.

Perlukah Kita Khawatir?

Meski visualnya mengesankan, para ilmuwan menekankan bahwa fenomena ini bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Lubang korona adalah bagian normal dari dinamika aktivitas Matahari, dan angin matahari yang dihasilkannya bisa menimbulkan badai geomagnetik saat menabrak medan magnet Bumi.

Namun, jenis badai yang ditimbulkan biasanya bersifat ringan, sangat berbeda dibandingkan ledakan besar seperti coronal mass ejection (CME) yang jauh lebih kuat dan berpotensi menyebabkan gangguan serius pada satelit, komunikasi, dan jaringan listrik.

“Perkiraan peningkatan kecepatan angin berikutnya berasal dari lubang korona di bagian selatan cakram Matahari,” kata badan meteorologi Inggris, Met Office. “Namun kemungkinan terjadinya interaksi cukup lemah karena lokasinya di belahan selatan, sehingga mungkin hanya akan menghasilkan peningkatan angin yang ringan.”

Baca juga: Seperti Bumi, Mars Juga Terkena Badai Matahari

Aktivitas Matahari Masih Tinggi

Fenomena lubang korona ini terjadi saat Matahari tengah memasuki fase paling aktif dari siklus 11 tahunannya. Beberapa waktu lalu, Bumi sempat dihantam badai geomagnetik G4 yang sangat kuat, menyebabkan aurora borealis dan aurora australis muncul di wilayah-wilayah yang biasanya jarang melihat pertunjukan cahaya langit tersebut.

Dengan latar belakang ini, kita bisa mengharapkan lebih banyak kejutan dari Matahari ke depan. Semoga saja, seperti yang ditulis dengan nada jenaka oleh para peneliti, “Matahari bisa mencoba terlihat sedikit lebih tenang lain kali.”

Baca juga: Mendengarkan Suara Matahari, Ilmuwan Mengungkap Misteri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau