Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

River Tubing dan Bank Sampah: Kisah Warga Menghidupkan Kembali Sungai Pusur

Kompas.com - 21/03/2025, 16:05 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Kamad Abadi masih ingat bahwa Sungai Pusur yang mengalir di belakang desanya adalah tempat berkumpulnya para pemuda untuk ngadem di hari yang panas. Mereka biasanya mencari kelapa lalu diminum di tepi sungai sambil menikmati sejuknya air.

Pria yang gaya bicaranya jenaka itu juga ingat bahwa dahulu Sungai Pusur yang melalui Dukuh Jragan,desa Wangen, Kecamatan Polanharjo, Klaten, tidak sebersih sekarang. Sudah sejak lama sungai itu dijadikan tepat buang air dan buang sampah oleh warga di sepanjang aliran sungai.

Karena dianggap tempat pembuangan, maka tidak ada yang menaruh perhatian pada sungai. Orang lebih peduli pada umbul-umbul berair bening yang bertebaran di kecamatan yang sama. 

Baca juga: Umbul Sigedhang-Kapilaler dan Mitos yang Harus Diketahui Faktanya

Sungai Pusur baru mendapat perhatian ketika tahun 2013 terjadi wabah demam berdarah di Desa Wangen. Nyamuk-nyamuk pembawa penyakit rupanya berkembang biak di sekitar sungai, terutama di yang dipenuhi sampah.

Karenanya, menurut cerita Kamad, para pemuda setempat kemudian berinisiatif membersihkan sungai. Aksi tersebut diketahui PT Tirta Investama yang merupakan pemilik pabrik Aqua di Klaten. CSR Aqua kemudian memberi bantuan berupa dua set pelampung dan helm.

Kegiatan membersihkan Sungai Pusur pun dilakukan secara berkala. Para pemuda kemudian menemukan cara menarik membersihkan sampah, yaitu sambil mengapung menggunakan ban truk. Mereka juga mengunggah foto-foto keceriaan itu di media sosial. Dan rupanya banyak orang yang mengira itu adalah wisata jenis baru. Mereka pun bertanya bagaimana caranya ikut.

Para pemuda, yang waktu itu dipimpin Aris Wardoyo kemudian berembug dan sepakat untuk mulai menerima orang luar yang ingin ikut menyusuri sungai. Ketika permintaan meningkat, mereka mulai menambah pelampung dan ban, lalu dibentuklah Komunitas River Tubing Pusur Adventure atau RTPA yang dijadikan wisata alternatif sejak tahun 2015. Kamad Abadi saat ini menjabat sekretaris komunitas, sedangkan Aris menjadi pembina.

Wisatawan menikmati river tubing di Sungai Pusurdokumentasi River Tubing Pusur Adventure Wisatawan menikmati river tubing di Sungai Pusur

Kini, RTPA dikelola secara profesional dan wisatawan bisa menikmati pengalaman menyusuri Sungai Pusur sejauh 1,5 kilometer menggunakan ban dalam traktor lengkap dengan pelampung, sepatu air, dan helm. Di area yang dikelola RTPA, pengunjung bisa menikmati sungai yang tenang dan teduh, hingga aliran deras dan jeram setinggi 3 meter di dekat garis finish.

Keberadaan wisata river tubing juga membuat masyarakat sadar bahwa sungai yang bersih lebih banyak manfatnya. Mereka tidak lagi membuang sampah sembarangan, karena yang dirugikan atau yang menegur adalah tetangga atau rekan-rekannya sendiri. Mereka juga malu untuk buang air di sungai karena banyak wisatawan lalu lalang dengan ban.

Kesuksesan RTPA rupanya membuat warga dusun lain berinisiatif meniru wisata tersebut. Dengan sendirinya mereka juga berusaha membersihkan bagian sungai yang mengalir di dusunnya. Saat ini setidaknya ada 7 operator yang menawarkan wisata river tubing di Kecamatan Polanharjo. Ada yang dikelola Badan usaha Milik Desa, ada juga yang dikelola kelompok pemuda, dan swasta.

Dengan biaya rata-rata Rp 50 ribu per orang (tergantung paket dan operator), pemasukan dari wisata ini mencapai puluhan hingga ratusan juta per bulan tiap operator. Pada liburan akhir tahun 2024 lalu, secara total tercatat setidaknya 5000 orang menikmati wisata ini dalam sehari. Terbayang kan tambahan penghasilan yang didapat?

Baca juga: Dari Mana Asal Air yang Melimpah di Umbul-Umbul di Klaten?

Ke mana perginya sampah?

Ibu-ibu Paguyuban Bank Sampah Semut Harjo sedang memilah sampah di Desa Wangen, Polanharjo, Klaten Kompas.com/Wisnubrata Ibu-ibu Paguyuban Bank Sampah Semut Harjo sedang memilah sampah di Desa Wangen, Polanharjo, Klaten

Sejak sungai digunakan untuk wisata river tubing, orang tidak lagi membuang sampah di sana, karena tanpa sampah sungai itu lebih bermanfaat secara ekonomi. 

Lalu ke mana orang membuang sampah? Rupanya kesadaran akan manfaat sungai sudah diterima warga. Mereka yang dulu menganggap sungai sebagai tempat sampah dan WC kini mengubah kebiasaan. Beberapa desa telah mengembangkan tempat pengolahan sampah, di mana warga bisa menyalurkan sampah rumah tangganya untuk didaur ulang.

Di Desa Wangen misalnya, sudah berdiri Paguyuban Bank Sampah Semut Harjo yang berhasil mengolah sampah menjadi uang. Caranya, kelompok ini memilah sampah organik dan non organik untuk dimanfaatkan kembali.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau