KOMPAS.com - Maulid Nabi adalah peringatan atas hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiulawal.
Tahun ini, Maulid Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan Jumat, 5 September 2025 atau 12 Rabiulawal 1447 H.
Di Indonesia, ada beragam tradisi khas yang dilakukan masyarakat muslim di berbagai daerah untuk memperingati Maulid Nabi.
Dirangkum dari pemberitaan Kompas.com, berikut adalah beberapa tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai daerah di Indonesia:
1. Bungo Lado, Padang Pariaman
Bungo Lado merupakan tradisi Maulid Nabi masyarakat Padang Pariaman, Sumatera Barat, yang membuat pohon yang dihias dengan uang-uang kertas.
Uang tersebut didapat dari iuran warga dan dikoordinasi oleh kapala mudo atau ketua para pemuda (Karang Taruna).
Setelah jadi, Bungo Lado diarak menuju ke surau/masjid. Nantinya, uang tersebut digunakan dalam berbagai kegiatan keagamaan.
Tradisi Grebeg Maulud adalah puncak acara dari perayaan Maulid Nabi di Kraton Kasultanan Yogyakarta, yang diawali dengan parade para pengawal istana atau bregada.
Selanjutnya, ada tujuh Gunungan yang dibawa meninggalkan Keraton Yogyakarta. Lima dibawa ke Masjid Gedhe Kauman dan dua gunungan dibawa ke Kepatihan dan Pura Pakualaman.
Di sana nantinya akan dilakukan doa-doa sebelum akhirnya gunungan akan diperebutkan oleh masyarakat.
Tradisi serupa juga dilakukan di Solo, di mana warga berbondong-bondong memadati halaman Keraton Solo dan Masjid Agung.
Mereka hadir untuk merebut gunungan jaler dan estri yang diarak para abdi dalem Keraton Solo dari halaman Keraton Solo menuju halaman Masjid Agung.
3. Nyiram Gong dan Panjang Jimat, Cirebon
Di Cirebon, Jawa Barat, ada tradisi Nyiram Gong, yakni membersihkan gamelan sekaten di kompleks Keraton Kanoman yang menjadi bagian dari rangkaian perayaan Maulid Nabi.
Maknanya adalah membersihkan diri untuk menyambut Maulid Nabi. Setelah itu, dilanjutkan dengan rangkaian ritual lainnya, yakni memayu Keraton Kanoman, tawurji, hingga puncaknya adalah panjang jimat.
Tradisi Panjang Jimat dilakukan serentak oleh tiga keraton, yakni Keraton Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan di makam Sunan Gunung Jati.
Acaranya dilakukan dengan pembacaan riwayat Nabi, pembacaan barzanji, kalimat Thayyibah, selawat Nabi, dan ditutup dengan berdoa bersama.
Tradisi Maudu Lompoa di Desa Cikoang, Takalar, Sulawesi Selatan konon sudah ada sejak 1621, tepatnya saat ulama besar Aceh, Sayyid Jalaludin, datang ke Takalar untuk menyebarkan Islam.
Biasanya masyarakat memerlukan waktu persiapan selama 40 hari sebelum acara puncak perayaan ini dihelat.
Puncak acara tradisi Maudu Lompoa identik dengan julung-julung, yakni kapal kayu yang dihias kain warna-warni dan diisi dengan berbagai hasil bumi.
5. Baayun Maulid, Kalimantan Selatan
Suku Banjar di Kalimantan Selatan memiliki tradisi Maulid Nabi yang disebut Baayun Maulid, yakni mengayun bayi atau anak sambil membaca syair Maulid.
Ayunan dibuat dari tiga lapis kain yaitu kain sarigading (sasirangan), kain kuning, dan kain bahalai (sarung panjang tanpa sambungan).
Biasanya, tradisi ini dilakukan di masjid atau surau setempat dengan harapan agar anak-anak tersebut bisa memiliki akhlak mulia seperti Nabi Muhammad SAW.
Tradisi Walima diperkirakan sudah ada secara turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo pada abad ke-17.
Tradisi Walima dimulai dengan lantunan Dikili atau tradisi lisan zikir masyarakat Gorontalo yang dilakukan di masjid-masjid.
Setiap rumah akan membuat sejumlah makanan tradisional yang khas dan disusun di Tolangga (usungan kayu menyerupai perahu atau menara), kemudian dibawa dari rumah ke masjid.
7. Weh-wehan, Kendal
Tradisi Weh-wehan adalah tradisi Maulid Nabi yang dilakukan dengan cara saling menukar makanan antartetangga di Kecamatan Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah.
Awalnya, Weh-wehan hanya dilakukan oleh warga Desa Krajan Kulon dan Desa Kutoharjo, Kaliwungu. Namun belakangan kebiasaan ini meluas ke seluruh kecamatan.
Tradisi ini diperkirakan berawal dari salah satu penyebar Islam di Kaliwungu, Kiai Haji Asyari (Kiai Guru), yang memberi makanan kepada masyarakat kampung pesantren sebagai bentuk kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tradisi Endog-endogan atau Muludan Endog-endogan diperkirakan sudah ada sejak akhir abad ke-18, di mana saat itu Islam masuk ke wilayah Kerajaan Blambangan.
“Endog” sendiri berarti telur dalam bahasa Jawa, yang dipercaya sebagai simbol dari sebuah kelahiran.
Tradisi ini dilakukan dengan melakukan pawai keliling kampung dan festival kesenian dengan unsur utamanya adalah telur.
9. Ampyang Maulid, Kudus
Ampyang Maulid merupakan tradisi perayaan Maulid Nabi yang diadakan setiap tahun oleh masyarakat Desa Loram Kulon dan Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah.
Masyarakat akan mengarak tandu gunungan berisikan nasi kepal yang dibungkus oleh daun jati dan gunungan yang berisikan buah-buahan dan hasil sayuran lainnya.
Tandu diarak saat kirab dan didoakan oleh tokoh pemuka dan sesepuh agama Islam di Loram Kulon, baru kemudian dibagikan pada warga setelah kirab berakhir.
(Sumber: Kompas.com/Aditya Priyatna Darmawan, Puspasari Setyaningrum, Labib Zamani | Editor: Sari Hardiyanto, Reni Susanti)
https://www.kompas.com/tren/read/2025/09/04/191500465/9-tradisi-perayaan-maulid-nabi-di-indonesia