Pembahasan diawali akun @t********l pada Rabu (3/9/2025) yang mengaku heran atas fenomena iti.
"Kenapa orang yg bukan dari suku javva enggan disebut dari pulau javva padahal masih tinggal di pulau javva?," tulisnya pada Rabu (3/9/2025).
Warganet pun banyak mengamini keheranan itu, tetapi mereka tidak mengetahui alasan di baliknya.
Lantas, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Kenapa orang Jakarta tidak merasa "orang Jawa"?
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono menjelaskan, masyarakat Jawa tidak berhubungan dengan nama teritori atau wilayah pulau Jawa.
Namun, orang Jawa merupakan kesatuan hidup atau komunitas kultural yang berbasis nilai budaya.
"Jadi, itu komunitas kultural. Kalau kita ngomong komunitas kultural, memang di Jawa ini ada banyak pemisahannya. Misalnya di Jawa Timur, hampir ada 7 komunitas," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/9/2025).
Ia mencontohkan, orang-orang yang tinggal di Madiun, Ponorogo, dan Trenggalek masuk ke dalam komunitas Mataraman di Jawa Timur.
Kelompok budaya ini cenderung memiliki bahasa, perilaku, dan gaya yang mirip dengan masyarakat Solo.
"Kalau ke utara, ada Surabaya, Malang, Sidoarjo, Lamongan, itu istilahnya arek. Yang Banyuwangi beda lagi dan ada beberapa yang lain," jelas dia.
Dengan begitu, konsepsi Jawa diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti, mempercayai, dan melakukan kebiasaan dengan nilai-nilai Jawa.
Drajat juga menyoroti perbedaan nilai suku Sunda dan Jawa yang umumnya tinggal di Jawa Barat.
"Memang ada penghubung, dulu pernah mau menikah dengan Majapahit ya tetapi kemudian ada perang berdarah dalam kasus itu yang melibatkan Gajah Mada sehingga kemudian terpisah," terang dia.
Nilai-nilai orang Jawa
Ia menjelaskan, terdapat nilai-nilai yang dipakai dalam komunitas budaya Jawa, misalnya dalam konsep "sangkan paraning dumadi".
"Itu (nilai) Jawa banget, ini tentang bagaimana orang Jawa menilai perjalanan hidup kita, berasal dari mana, berakhir di mana, dan siapa yang menentukan," tutur Drajat.
Namun, ia menyayangkan bahwa saat ini banyak anak muda yang tidak mengetahui mengenai asal-usul istilah tersebut.
Walaupun begitu, Drajat menilai bahwa masyarakat tetap menerapkan nilai budaya Jawa dalam kebiasan sehari-hari meski tidak menyadarinya.
Misalnya, adat bancakan ketika weton, kondangan pernikahan atau mantenan, hingga acara selamatan ketika sunat.
"Intinya disebut (orang) Jawa bukan terikat pada batas administratif tetapi lebih pada kebiasaan berbahasa, adat, hubungan dengan orang lain yang khas di Jawa," ungkap dia.
"Ada istilah 'wong Jowo ojo kelangan Jawane', artinya orang Jawa jangan sampai kehilangan nilai-nilai ini," sambungnya.
Akan tetapi, Drajat menjelaskan bahwa nilai-nilai ini tidak tersebar dengan baik melalui pengetahuan di sekolah maupun karya-karya.
"Maka komponen-komponen (nilai) itu menghilang. Nah ini harusnya menjadi agenda untuk pemerintah kota, kraton, dan kampus untuk menyukseskan itu," pungkas dia.
https://www.kompas.com/tren/read/2025/09/07/160000165/masih-satu-pulau-kenapa-warga-jakarta-merasa-bukan-orang-jawa-