Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Guru Perempuan Gugat Cerai Suami Usai Dapat SK PPPK, Psikolog Jelaskan Pemicunya

Kompas.com - 02/08/2025, 08:30 WIB
Rheandita Vella Aresta,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini ramai diberitakan sejumlah guru perempuan menggugat cerai suaminya usai menerima Surat Keputusan (SK) Pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Fenomena ini tidak satu kali terjadi, tetapi seperti merembet ke berbagai daerah, mulai dari Kabupaten Cianjur, Blitar, Pandeglang, hingga Wonogiri.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Ruhli mengatakan, faktor ekonomi menjadi penyebab utama maraknya perceraian PPPK di daerahnya.

“Pemicunya ekonomi. Salah satunya karena sekarang perempuannya sudah punya kemandirian ekonomi sebagai PPPK, sehingga menggugat cerai suaminya,” ujar Ruhli, dikutip dari Kompas.com, Jumat (8/7/2025).

Lantas, bagaimana tanggapan psikolog mengenai fenomena ini?

Baca juga: Terakhir Besok, Apa Saja Dokumen yang Diunggah Saat Pemberkasan PPPK Kemenag?


Kenapa banyak ASN PPPK gugat cerai suami?

Psikolog Ibunda.id, Danti Wulan Manunggal, menanggapi bahwa peningkatan kasus perceraian di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat ditinjau dari berbagai aspek psikologis, di samping faktor ekonomi.

Hal ini meliputi stres kerja, ketidakpuasan dalam pernikahan, hingga kurangnya keterampilan komunikasi.

1. Tekanan kerja

Danti mengungkapkan, berbagai dinamika dalam pekerjaan bisa menimbulkan kecemasan dan ketidakstabilan emosi yang memengaruhi keputusan seseorang.

"Ketidakpastian dalam promosi jabatan dan perubahan kebijakan bisa memicu emosi-emosi negatif yang berdampak pada pernikahan," terang Danti saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/8/2025).

Tidak hanya itu, kenaikan jabatan juga bisa menimbulkan kecemasan yang berdampak pada pengambilan keputusan orang tersebut.

2. Peran ganda

Menurut dia, peran ganda yang dialami ASN PPPK perempuan, yaitu sebagai pegawai dan ibu rumah tangga, kerap menimbulkan konflik dan kelelahan emosional.

Hal itu, menurut Danti, bisa memicu ketidakpuasan dalam pernikahan dan meningkatkan risiko perceraian

3. Ketidakpuasan pernikahan

Selanjutnya, selain faktor tekanan kerja dan peran ganda yang bersinggungan dengan aspek ekonomi, Danti juga menyoroti beberapa hal yang mendasari kerapuhan pernikahan.

"Terjadinya percekcokan dan perdebatan bisa menyebabkan salah satu pihak tidak kuat dan mempunyai harapan tidak akan rukun kembali jika diteruskan rumah tangganya," tutur dia.

4. Perbedaan nilai

Kemudian, Danti menyatakan bahwa perbedaan nilai bisa memunculkan perbedaan tujuan hidup dan ekspektasi pernikahan. Hal ini menjadi sumber konflik yang berkelanjutan.

"Jika pasangan tidak dapat menemukan titik temu atau kompromi, perceraian mungkin menjadi pilihan," kata dia.

5. Kurangnya kemampuan komunikasi.

Terakhir, Danti menilai bahwa kemampuan menyelesaikan konflik secara konstruktif sangat penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.

"Kurangnya keterampilan dalam mengelola konflik dapat menyebabkan konflik yang berlarut-larut dan memicu perceraian," imbuh dia.

Dengan begitu, ia berpesan bahwa memahami akar masalah dan memberikan dukungan yang diperlukan, diharapkan bisa mengurangi angka perceraian di kalangan ASN PPPK.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Kronologi Mahasiswa Indonesia di Belanda Meninggal Saat Dampingi Kunjungan Kerja Pejabat
Kronologi Mahasiswa Indonesia di Belanda Meninggal Saat Dampingi Kunjungan Kerja Pejabat
Tren
Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menkeu Baru: Kata Istana hingga Ucapan Kontroversial
Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menkeu Baru: Kata Istana hingga Ucapan Kontroversial
Tren
Jadwal Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Jadwal Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Daftar Sisa Hari Libur Nasional Tahun 2025, Catat Tanggalnya
Daftar Sisa Hari Libur Nasional Tahun 2025, Catat Tanggalnya
Tren
BMKG: Ini WIlayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada 9-10 September 2025
BMKG: Ini WIlayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada 9-10 September 2025
Tren
[POPULER TREN] Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam | Tarif Listrik Pascabayar 8-14 September
[POPULER TREN] Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam | Tarif Listrik Pascabayar 8-14 September
Tren
Ada Fenomena Epsilon Perseid pada 9 September 2025, Apa Itu?
Ada Fenomena Epsilon Perseid pada 9 September 2025, Apa Itu?
Tren
Reshuffle Kabinet Prabowo, Siapa Menteri yang Diganti dan Belum Ada Pengganti?
Reshuffle Kabinet Prabowo, Siapa Menteri yang Diganti dan Belum Ada Pengganti?
Tren
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Tren
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Tren
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Tren
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Tren
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Tren
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Tren
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau