KOMPAS.com - Eks Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Angkatan Udara (AU), Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggal dunia usai pesawat latih yang dikemudikannya jatuh di pemakaman umum wilayah Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Minggu (3/8/2025).
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispen AU) Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana, korban sempat dilakukan ke rumah sakit.
Namun, Marsma Fajar dinyatakan meninggal dunia ketika tiba di rumah sakit.
"TNI AU menyampaikan duka cita yang mendalam atas peristiwa ini," kata dia kepada Kompas.com, Minggu.
Dalam insiden itu, kopilot pesawat latih, Roni juga dilaporkan mengalami luka parah dan tengah menjalani perawatan intensif.
Lantas, siapa itu Marsma TNI Fajar Adriyanto?
Baca juga: Kronologi Pesawat Latih TNI AU Jatuh yang Membuat Marsma Fajar Adriyanto Gugur
Marsma TNI Fajar Adriyanto adalah mantan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispen AU) yang sudah pensiun.
Pria kelahiran Malang, Jawa Timur itu mengawali kariernya di TNI Angkatan Udara setelah lulus dari Akademi Angkatan Udara (AAU) pada 1992.
Dia juga merupakan alumni Sekolah Penerbang (Sekbang) Angkatan ke-48 pada tahun 1995.
Di dunia penerbangan, Fajar dikenal sebagai penerbang tempur F-16 dengan call sign “Red Wolf”.
Dia dilantik menjadi Kadispen AU pada 13 Mei 2019.
Sebelumnya, Fajar juga pernah mengemban sejumlah jabatan strategis, seperti Komandan Skadron Udara 3, Danlanud Manuhua, Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan terakhir Kapoksahli Kodiklatau.
Fajar dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean pada 2003.
Baca juga: Kisah Sriwijaya Air Salah Mendarat di Pangkalan TNI AU Tahun 2012, Pilot Tidak Mengenal Wilayah
Dalam kariernya, Fajar tercatat pernah menyergap lima pesawat militer AS F-18 yang melanggar wilayah udara Indonesia di atas Pulau Bawean, Jawa Timur pada 2003.
Harian Kompas, 5 Juli 2003 memberitakan, insiden itu bermula ketika Military Coordination Civil (MCC) Bandara Ngurah Rai, Bali, mendeteksi beberapa sasaran yang tiba-tiba muncul di sebelah barat laut Pulau Bawean pada Kamis (3/7/2003) siang.