Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Naikkan Tarif Impor India Jadi 50 Persen, Apa Alasannya?

Kompas.com - 07/08/2025, 15:15 WIB
Fatimah Az Zahra,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Sumber BBC, Reuters

KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif impor India sebanyak 25 persen menjadikannya sebagai tarif impor terbesar yang diberikan AS dengan total 50 persen.

Pemberian tarif sebesar 50 persen diberikan sebagai bentuk sanksi atas keputusan India yang tetap membeli minyak dari Rusia di tengah konflik yang masih berlangsung di Ukraina.

Gedung Putih menyatakan, tindakan Rusia di Ukraina menjadi ancaman bagi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri AS. India dinilai menghambat upaya AS dalam melawan agresi Rusia melalui impor minyaknya.

Kebijakan tersebut diketahui mulai berlaku pada Rabu (27/8/2025) atau 21 hari setelah diumumkan. 

Berbicara di Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa kenaikan tarif impor terhadap India baru sebuah permulaan dan akan ada lebih banyak sanksi yang diberikan.

Baca juga: Malaysia Berhasil Turunkan Tarif Trump Jadi 19 Persen, Apa Saja Isi Kesepakatannya?

Respons dan dampak tarif Trump untuk India 

Dikutip dari BBC, Kamis (7/8/2025), Kementerian Luar Negeri India menyebut kebijakan tersebut tidak adil, tidak masuk akal, dan tidak dapat dibenarkan.

Ia menegaskan, negara lain juga membeli minyak dari Rusia demi kepentingan nasional mereka, dan seharusnya tidak hanya India yang dikenai sanksi.

Federasi Organisasi Ekspor India menyebut keputusan ini sebagai suatu hal yang sangat mengejutkan. Ia memperkirakan tarif tersebut akan memengaruhi ekspor India ke AS sebesar 55 persen.

Sejumlah sektor yang berpotensi terdampak adalah tekstil, perhiasan, suku cadang kendaraan, dan produk perikanan. 

Sementara itu, lembaga think tank Global Trade Research Initiative (GTRI) mengatakan, barang-barang dari India ke AS diperkirakan akan jadi jauh lebih mahal, dan ekspor ke AS bisa turun 40 hingga 50 persen.  

Baca juga: Diancam Donald Trump, Thailand dan Kamboja Pertimbangkan Gencatan Senjata

Mantan pejabat perdagangan India sekaligus kepala GTRI Ajay Srivastava mengatakan India sebaiknya tetap tenang dalam menanggapi kebijakan Trump tersebut.

"India sebaiknya tetap tenang, tidak membalas setidaknya selama enam bulan, dan menyadari bahwa negosiasi perdagangan yang bermakna tidak bisa berlangsung di bawah ancaman," kata Ajay.

Pihak India mengatakan bahwa sebelumnya AS sendiri sempat mendorong India membeli gas Rusia di awal konflik untuk menjaga stabilitas pasar energi global.

India juga menjelaskan bahwa mereka mulai membeli minyak Rusia karena pasokan dari sumber tradisional dialihkan ke Eropa saat perang dimulai.

Baca juga: Bisa Jawab Pertanyaan tentang Tarif Trump, Siswa Vietnam Raih Beasiswa di Yonsei University, Korsel

Ancaman Trump kepada negara yang bantu ekonomi Rusia

Pemerintah AS diketahui juga memantau negara-negara lain yang membeli minyak dari Rusia. Mereka mungkin juga akan merekomendasikan tindakan tambahan kepada Presiden.

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menkeu Baru: Kata Istana hingga Ucapan Kontroversial
Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menkeu Baru: Kata Istana hingga Ucapan Kontroversial
Tren
Jadwal Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Jadwal Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Daftar Sisa Hari Libur Nasional Tahun 2025, Catat Tanggalnya
Daftar Sisa Hari Libur Nasional Tahun 2025, Catat Tanggalnya
Tren
BMKG: Ini WIlayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada 9-10 September 2025
BMKG: Ini WIlayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada 9-10 September 2025
Tren
[POPULER TREN] Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam | Tarif Listrik Pascabayar 8-14 September
[POPULER TREN] Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam | Tarif Listrik Pascabayar 8-14 September
Tren
Ada Fenomena Epsilon Perseid pada 9 September 2025, Apa Itu?
Ada Fenomena Epsilon Perseid pada 9 September 2025, Apa Itu?
Tren
Reshuffle Kabinet Prabowo, Siapa Menteri yang Diganti dan Belum Ada Pengganti?
Reshuffle Kabinet Prabowo, Siapa Menteri yang Diganti dan Belum Ada Pengganti?
Tren
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Tren
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Tren
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Tren
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Tren
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Tren
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Tren
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau