KOMPAS.com - Direktur Utama (Dirut) PT Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Sousa Mota mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin (11/8/2025).
Salah satu alasan di balik keputusannya adalah proses birokrasi di lingkungan Danantara yang dinilai berbelit-belit.
Joao menyatakan sudah tiga kali menyerahkan studi kelayakan atau feasibility study (FS) untuk proyek pangan, namun semuanya terhenti tanpa persetujuan.
Ritme kerja seperti itu bertolak belakang dengan kebiasaannya di perusahaan swasta tempat dirinya berkarier sebelumnya.
"Sehingga sampai hari ini dimintakan lagi FS yang sampai hari ini mungkin ketiga atau keempat kali kita serahkan itu," ujarnya.
"Budaya ini ternyata sangat jauh daripada yang kami praktikkan selama ini sehingga saya melihat semangat dan keseriusan Pak Prabowo yang luar biasa tidak didukung oleh pembantu-pembantunya," imbuhnya.
Lantas, apakah hal ini menunjukkan bahwa tata kelola Danantara masih belum rapi?
Baca juga: 5 Alasan yang Membuat Joao Mota Mundur dari Dirut PT Agrinas, Salah Satunya Birokrasi Rumit
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, salah satu persoalan Danantara adalah terlalu sibuk mengurus restrukturisasi utang BUMN bermasalah.
Akibatnya, program ketahanan pangan melalui PT Agrinas Pangan Nusantara dinilai bukan menjadi prioritas utama.
“Jadi sibuk mengurus restrukturisasi utang Garuda (Garuda Indonesia), utang kereta cepat, Krakatau Steel juga mau dibantu,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/8/2025).
“Jadi, Danantara yang dividennya besar itu seharusnya yang dikelola. Tapi dengan banyaknya permasalahan soal restrukturisasi ini, akhirnya program prioritas seperti ketahanan pangan itu tidak dijadikan prioritas utama,” sambungnya.
Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat dari usaha Agrinas Pangan Nusantara yang telah menyerahkan feasibility study beberapa kali, tetapi tak kunjung bisa berjalan.
Baca juga: Jokowi dan SBY Masuk Jajaran Pengurus Danantara, Apa Tugasnya?
Apabila ketahanan pangan bukan menjadi prioritas, berarti tidak sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
“Kemudian yang kedua, dari sisi Danantara, ini menambah rumit birokrasi itu sudah diperkirakan sejak awal pembentukannya,” jelas dia.
Ia menilai, proses birokrasi justru semakin rumit karena ada Kementerian BUMN, Danantara, dan kementerian teknis lainnya yang berkaitan.