KOMPAS.com - Gaji serta tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menuai sorotan publik belakangan ini.
Isu ini mencuat setelah rencana kenaikan tunjangan rumah disebut mencapai Rp 50 juta per bulan. Jika digabung dengan gaji pokok serta tunjangan lain, total pendapatan anggota DPR bisa melampaui Rp 100 juta setiap bulan.
Baca juga: Alasan DPR Pilih Beri Tunjangan Rp 50 Juta daripada Rumah Dinas
Perbincangan soal tunjangan ini ramai dibicarakan di media sosial, termasuk di platform X, misalnya lewat unggahan akun @txtdarijkt yang terus menuai respons warganet.
Lantas, apa yang dipersoalkan dari kenaikan tunjangan rumah DPR, dan mengapa publik bereaksi begitu keras?
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyatakan, kenaikan tunjangan rumah anggota DPR bermasalah dari segi penyampaiannya.
Menurutnya, kenaikan tunjangan rumah bagi anggota DPR wajar karena sudah lama tidak naik.
"Kalau dari saya sih melihatnya pertama memang mengenai mengenai kenaikan itu sebenarnya kan wajar. Kan sudah lama dia juga tidak naik," ujar Trubus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/8/2025).
Meskipun wajar, cara DPR menyampaikan rencana ini kepada publik kurang tepat.
Sebelum diputuskan naik, seharusnya pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD) melakukan sosialisasi dulu untuk memperkirakan respons masyarakat.
"Cuman memang masalahnya dikomunikasi publiknya. Jadi artinya ketika mau dilakukan harusnya ada semacam konsul dialog publik dulu," ujar Trubus.
Baca juga: Daftar Tunjangan Anggota DPR yang Alami Kenaikan: Rumah Rp 50 Juta, Beras Rp 12 Juta
"Jadinya harus dibicarakan dengan tingkat ini dulu, tingkat capil-capilnya dia punya konstituen. Nah, dan itu kemudian dari konstituen itu kemudian dilakukan pertemuan antar forum antar fraksi misalnya. Kan seperti itu," sambungnya.
Trubus menambahkan, jika seperti yang sudah terjadi seperti sekarang ini rencana kenaikan tunjangan anggota DPR seolah dilakukan secara mendadak tanpa mempertimbangkan publik terlebih dulu.
Terkait tunjangan rumah, Trubus menyampaikan bahwa sebenarnya anggota dewan sudah memiliki rumah dinas.
Meskipun tidak menampik bahwa beberapa rumah ada yang rusak, ia berpendapat sebaikan anggota dewan menempati yang sudah ada dulu.
"Sebenarnya kalau mengenai dengan rumah, ini kan rumah anggota dewan 580 itu sebenarnya kan ada semua. Cuman kan ada yang rusak memang," papar Trubus.
"Maksud saya apa enggak sebaiknya sambil menunggu situasi sudah kondusif nanti, itu sementara ini ditempatin aja rumah ini?" sambungnya.
Jika masih ada yang bisa ditempati, maka anggota dewan dapat tinggal di sana. Sementara bagi yang rumahnya rusak bisa mengajukan renovasi.
Sementara rumah yang rusak-rusak itu direnovasi dan anggota dewan yang belum mendapat rumah dinas dapat dicarikan kontrakan selama tiga bulan.
Selagi anggota dewan menempati rumah sewaan, pemerintah bisa merenovasi rumah-rumah tersebut.