KOMPAS.com - Masyarakat dapat menyaksikan fenomena hujan meteor Aurigids pada Senin, 1 September 2025 mendatang.
Hujan meteor adalah peristiwa masuknya debu sisa komet ke atmosfer bumi. Karena meteor tampak relatif banyak dari satu titik, fenomena tersebut disebut hujan meteor.
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, mengatakan titik radian hujan meteor Aurigids terletak di rasi bintang Auriga.
Baca juga: Peluang Asteroid 2024 YR4 Tabrak Bulan Meningkat, Apakah Membahayakan Bumi?
“Hujan meteor Aurigids adalah hujan meteor yang tampak dari rasi Auriga,” kata Thomas saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/8/2025).
Dia menyebut, hujan meteor Aurigids aktif sejak 26 Agustus hingga 6 September 2025 dan diperkirakan mencapai puncak aktivitas pada 1 September 2025.
“Fenomenanya (hujan meteor Aurigids) mulai 26 Agustus sampai 6 September, dengan puncak pada dini hari 1 September,” jelasnya.
Baca juga: Fenomena Astronomi September 2025, Ada Gerhana Bulan Total
Thomas juga menambahkan bahwa fenomena hujan meteor Aurigids dapat disaksikan dari Indonesia pada 1 September dini hari.
“Di Indonesia (hujan meteor Aurigids) tampak dini hari di langit timur laut. Perkiraan ada 5 meteor per jam,” ujar Thomas.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Fakta Baru Asteroid Vesta, Benarkah Awalnya Planet Gagal?
Fenomena tersebut dapat disaksikan dengan mata telanjang jika kondisi cuacanya cerah dan dari pepohonan atau bangunan agar tidak menghalangi pandangan.
“Untuk melihatnya (bisa) dengan mata langsung, tidak perlu alat. Syaratnya, kondisi cuaca cerah, tidak ada halangan pohon atau gedung, dan jauh dari polusi cahaya,” tambahnya.
Cobalah untuk mencarinya di langit timur laut. Namun, jangan memasang ekspektasi tinggi bahwa akan dapat melihat penampakan hujan meteor besar.
Baca juga: 5 Fakta Komet Antarbintang 3I/ATLAS yang Terlihat dari Bumi Akhir Tahun 2025
Menurut laman American Meteor Society, hujan meteor Aurigids diklasifikasikan sebagai hujan meteor variabel Kelas II.
Artinya, saat fenomena hujan meteor berlangsung, hanya ada antara 2 hingga 10 meteor per jam pada aktivitas maksimum.
Sebagai perbandingan, hujan meteor besar seperti Perseids atau Geminid dapat menghasilkan lebih dari 100 meteor per jam pada puncaknya.
Baca juga: Teleskop NASA Menangkap Gambar Aurora di Planet Jupiter, Seperti Apa Penampakannya?
Menurut NASA, setiap hari, sekitar 44.000 kilogram puing purba yang berasal dari pembentukan tata surya bertabrakan dengan atmosfer planet Bumi.
Saat menghantam atmosfer, partikel-partikel tersebut (meteor) terbakar dengan cepat, meninggalkan jejak ekor indah yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang.
Saat Bumi bergerak mengelilingi matahari, ia secara berkala melewati jejak puing-puing yang dilepaskan oleh komet-komet yang mengembara.
Kondisi ini kemudian menimbulkan periode peningkatan aktivitas yang disebut “meteor showers” atau hujan meteor.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini