KOMPAS.com - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka digugat secara perdata oleh seorang warga sipil karena rekam jejak pendidikannya dinilai tidak sesuai persyaratan di Indonesia.
Gugatan tersebut diajukan oleh warga sipil bernama Subhan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (29/8/2025).
"Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” kata dia, dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/9/2025).
Selain Gibran, gugatan tersebut juga ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Keduanya dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Adapun sidang perdana akan digelar pada Senin (8/9/2025).
Lantas, apa dampaknya jika gugatan itu dikabuklan PN Jakata Pusat?
Baca juga: 6 Fakta Wapres Gibran Digugat Bayar Ganti Rugi Rp 125 Triliun ke Negara
Ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto, menegaskan gugatan PMH terhadap Gibran tidak akan berpengaruh pada jabatannya saat ini sebagai wakil presiden.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 473 UU Pemilu, sengketa hasil Pemilu Presiden hanya bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Putusan PN dalam perkara PMH tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan pencalonan maupun hasil pemilu,” kata Agus saat dimintai pandangan Kompas.com, Kamis (4/9/2025).
Agus menambahkan, setelah KPU menetapkan hasil pemilu dan tidak ada lagi proses di MK yang membatalkan, maka pasangan calon terpilih bersifat final dan mengikat.
“Dengan demikian, sekalipun PN menerima gugatan PMH tersebut, hal itu tidak akan berimplikasi langsung pada status Gibran sebagai cawapres terpilih Pemilu 2024,” jelasnya.
Baca juga: Siapa Saja Sebenarnya Perwakilan Ojol yang Bertemu Wapres Gibran?
Syarat pendidikan capres dan cawapres diatur dalam Pasal 169 huruf e UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan itu menyebutkan calon harus berpendidikan minimal tamat SMA/sederajat.
Agus menjelaskan, istilah sederajat tidak terbatas pada sekolah di Indonesia, tetapi juga mencakup pendidikan luar negeri yang diakui dan disetarakan oleh Kemendikbudristek.
Sebagai informasi, Gibran menamatkan SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura.
“Penafsiran ‘sederajat’ tidak semata berarti sekolah di Indonesia, tetapi juga bisa ijazah luar negeri yang diakui dan disetarakan,” jelas Agus.
Ia juga menilai, ada kemungkinan Gibran menggunakan ijazah pendidikan tinggi (S1) saat pendaftaran, bukan ijazah SMA.
Lebih jauh, menurut Agus, polemik ini seharusnya sudah selesai di tahap verifikasi KPU. Pada masa pencalonan, KPU memeriksa kelengkapan dokumen, termasuk ijazah. Jika dinyatakan memenuhi syarat, maka status tersebut sah secara hukum.
“Penilaian syarat pencalonan Gibran sudah final pada Pemilu 2025. Karena saat itu tidak ada putusan Bawaslu maupun PTUN yang membatalkan, maka pencalonan tetap sah,” tandasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini