Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Dilema Pemuda Desa: Tak Punya Tanah, Bingung Masa Depan

Kompas.com - 28/05/2025, 12:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Dr Christina Griffin*, Muhammad Alif K. Sahide**, Nurhady Sirimorok***, Wolfram Dressler****

KOMPAS.com - Setiap hari, Indah (18 tahun) harus bangun lebih pagi supaya bisa menumpang bus perusahaan menuju sebuah pabrik pengolahan udang.

Pabrik yang terletak di pinggiran Kota Makassar — ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan — itu berjarak lebih dari satu jam dari desanya di pesisir Kabupaten Maros. Di sanalah Indah bekerja sebagai buruh kasar, seperti anak muda kebanyakan di desanya.

Meski tinggal di desa, Indah tak punya tanah atau lahan untuk bertani. Perubahan besar-besaran di lanskap pedesaan akibat urbanisasi, pertambangan, ekspansi komoditas, dan pembangunan infrastruktur telah menggusur lahan pertanian yang dulunya subur.

Imbasnya, hanya sedikit orang di Maros yang bisa hidup layak dari lahan pertanian. Sementara itu, pilihan pekerjaan di luar pertanian amat terbatas dan kurang menjanjikan.

Kisah Indah adalah gambaran kehidupan banyak orang muda pedesaan di Indonesia. Mereka menghadapi dilema mencari jalan baru untuk menghidupi diri, ketika pertanian tidak bisa lagi dilihat sebagai masa depan yang menjanjikan.

Untuk memahami bagaimana kehidupan, harapan, dan aspirasi anak muda pedesaan berubah, kami melakukan studi lapangan mendalam di empat desa di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Di tiap desa, kami mendengar cerita serupa: anak muda menghadapi tantangan besar mengejar mimpi mereka di tengah segala keterbatasan.

Tuntutan pendidikan tinggi, tapi tanpa jaminan pekerjaan

Dalam beberapa dekade terakhir, Kabupaten Maros mengalami perubahan agraria dan ekonomi yang pesat. Pembentukan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung telah membatasi akses masyarakat lokal terhadap hutan kemiri yang menjadi sumber penghasilan mereka sebelumnya.

Di samping itu, alih fungsi sawah menjadi tambak saat udang sedang booming pada dasawarsa 1990-an membuat tanah tak lagi subur. Akibatnya, masyarakat mesti bergantung pada komoditas yang tidak stabil.

Perubahan-perubahan ini, ditambah dengan ekspansi tambang, rel kereta api, pabrik, dan pembangunan perumahan di atas lahan pertanian produktif, membuat kaum muda di pedesaan Maros tidak lagi melihat mata pencaharian berbasis lahan sebagai pilihan. Mereka kini beralih mencari peluang di sektor ritel, manufaktur di perkotaan, atau ‘kabur’ ke pulau lain.

Baca juga: Berkat Keterlibatan Aktif Masyarakat, Laju Kerusakan Mangrove di Desa Ini Turun 96 Persen

Kondisi ini sekaligus membuat kaum muda semakin giat mengejar pendidikan sebagai jalan menuju pekerjaan “modern” di luar sektor pertanian. Setidaknya mereka berupaya untuk menamatkan jenjang SMA supaya bisa bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), pelayan atau kasir toko, atau pekerjaan lainnya.

Meski begitu, ijazah pendidikan mereka juga belum tentu menjamin jalan mulus menuju pekerjaan yang harapkan. Apalagi kondisi pasar kerja saat ini sering kali tidak begitu ramah pada lulusan muda yang belum punya pengalaman kerja. Oleh karenanya, banyak anak muda harus kerja kasar atau mencari jalan untuk mendapatkan uang, seperti membuka usaha sendiri sampai ‘kabur’ ke kota atau bahkan ke luar negeri.

Menjadi buruh pabrik

Menjadi buruh pabrik di kawasan industri Makassar kini banyak menjadi pilihan kaum muda pedesaan, terutama bagi mereka yang tidak punya tanah atau ijazah pendidikan tinggi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau