
PERUBAHAN aturan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari tiga tahun menjadi satu tahun kembali mengguncang industri pertambangan.
Di balik dalih pengawasan dan peningkatan penerimaan negara, keputusan ini menimbulkan pertanyaan lebih mendasar: ke mana arah kepastian dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha di sektor tambang?
Melalui Permen ESDM No. 10 Tahun 2023, pemerintah sempat memperpanjang masa RKAB menjadi tiga tahun untuk memberikan efisiensi dan kepastian investasi.
Ketentuan ini diperkuat PP No. 25 Tahun 2024 yang menghilangkan kata “tahunan” dalam definisi RKAB yang sebelumnya digunakan dalam PP No. 96 Tahun 2021.
Namun, hanya setahun berselang, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No. 17 Tahun 2025 untuk mengembalikannya menjadi satu tahun.
Kebijakan yang bolak-balik ini bukan sekadar perubahan administratif, namun menyimpan isu hukum yang krusial.
Selain urusan legal formal, kondisi tersebut mengirim sinyal ketidakpastian kepada investor. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan dan prasyarat pertumbuhan ekonomi.
Banyak perusahaan tambang telah menyusun RKAB multi-tahun (2024–2026) sebagai dasar rencana produksi dan pembiayaan jangka menengah.
Kini, mereka harus menyusun ulang rencana dan kembali mengajukan izin setiap tahun. Tentunya, hal ini membawa risiko keterlambatan persetujuan, renegosiasi kontrak, dan potensi kerugian investasi.
Meski pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan baik, yaitu untuk pengendalian produksi serta adaptif dengan kondisi perubahan, termasuk menjaga stabilitas harga.
Namun, dari perspektif hukum, perubahan mendadak yang terkesan tanpa masa transisi patut diduga melanggar asas kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi investasi.
Menarik untuk mencermati inkonsistensi kebijakan RKAB menggunakan kacamata teori sistem hukum Lawrence M. Friedman (The Legal System: A Social Science Perspective, 1975).
Teori ini membagi sistem hukum menjadi tiga unsur: struktur, substansi, dan budaya hukum. Ketiga unsur tersebut harus selaras agar hukum berfungsi efektif.
Dalam konteks RKAB, persoalan utama terletak pada substansi hukum, yaitu isi peraturan yang menjadi dasar hukum kebijakan.
Norma tentang RKAB yang berubah-ubah, dari tahunan ke tiga tahun dan kembali tahunan, menunjukkan substansi hukum yang tidak stabil dan tidak sinkron antartingkatan peraturan.