SEMARANG, KOMPAS.com – Tim Hukum Solidaritas Untuk Demokrasi (Suara Aksi) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengecam praktik wajib lapor yang diberlakukan Polda Jawa Tengah kepada korban salah tangkap dalam aksi demonstrasi di Semarang akhir Agustus lalu.
Pasalnya kebijakan tak berdasar hukum itu justru dinilai menambah penderitaan korban penangkapan sporadis yang mencapai 400 orang.
Direktur LBH Semarang sekaligus relawan Suara Aksi, Ahmad Syamsuddin Arief menyebut, sebagian besar korban salah tangkap tidak berstatus tersangka, namun tetap diwajibkan datang ke kantor polisi dua kali dalam seminggu yakni setiap Selasa dan Kamis.
Baca juga: Polda Jateng Tangkap 1.058 Anak saat Demo 29 Agustus-1 September
“Wajib lapor hanya bisa dikenakan kepada tersangka atau tahanan kota yang penahanannya ditangguhkan. Sedangkan dalam kasus ini, mereka anak-anak ini disuruh pulang tanpa pernah diberi tahu statusnya apa (korban salah tangkap tidak pernah ditetapkan tersangka),” ujar Arief di kantor LBH Semarang, Rabu (3/9/2025).
Tim Hukum menilai praktik ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga menambah trauma yang dialami korban.
Banyak dari mereka merupakan pelajar dan mahasiswa, bahkan ada yang masih di bawah umur.
Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) yang juga relawan Suara Aksi, Rio Agam Prasetya, juga menyoroti dampak wajib lapor terhadap orang tua dan keluarga.
"Anak-anak korban penangkapan juga masih sangat trauma, hanya bertemu polisi saja takut, apalagi harus ke Polda Jawa Tengah," ujar Rio.
Baca juga: LBH Ungkap 6 Pelanggaran Hukum Polda Jateng Saat Tangani Demo di Semarang
Dia menilai kewajiban ini tidak berdasar dan menyulitkan korban dan keluarga.
Sebagian korban bahkan berasal dari luar kota Semarang, yang harus menempuh perjalanan cukup jauh dan meninggalkan sekolah atau pekerjaan untuk pergi memenuhi permintaan wajib lapor ke Polda Jateng.
"Keluarga bahkan memohon untuk dapat melakukan wajib lapor di Polres, agar akses nya tidak terlalu jauh, tapi ditolak oleh pihak Polda Jawa Tengah. Hal ini juga mengganggu aktivitas sehari-hari dan pendidikan anak, apabila harus menyediakan waktu wajib lapor dua kali seminggu," tuturnya.
Baca juga: LBH Kecam Salah Tangkap Polda Jateng saat Demo di Semarang: Ada yang Cuma Beli Es Teh
Dia menegaskan, langkah Polda Jateng ini bertentangan dengan asas kepastian hukum.
KUHAP Pasal 31 menyebut wajib lapor hanya dapat diterapkan pada tersangka yang dikenai penangguhan penahanan.
“Tidak ada dasar hukum yang jelas mengenai kenapa mereka harus wajib lapor. Makanya yang terpenting adalah menyelamatkan teman-teman, saudara-saudara yang sekarang mungkin masih ada di dalam kekuasaan penahanan, entah itu harus harus wajib lapor dan seterusnya,” ujarnya.
Tim Hukum Suara Aksi mendesak Polda Jawa Tengah segera menghentikan praktik wajib lapor terhadap korban salah tangkap dan memulihkan hak-hak mereka.
LBH juga menuntut Komnas HAM, KPAI, dan Komnas Disabilitas turun tangan mengawasi penanganan kasus ini.
“Kami menuntut Polda Jawa Tengah untuk meminta maaf kepada korban dan orang tua korban penangkapan, juga bertanggung jawab melakukan pemulihan kondisi korban penangkapan,” imbuh Arief.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini